Selasa, 09 Juli 2019

Sumbangan Islam Terhadap Ilmu Dan Peradaban Modern

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dunia saat ini tengah memasuki era globalisasi dengan dampak negatif dan positifnya. Diantara dampak negatif tersebut misalnya terjadi dislokasi, dehumanisasi, sekularisasi, dan sebagainya. Sedangkan dampak positifnya antara lain terbukanya berbagai kemudahan dan kenyamanan, baik dalam linkungan ekonomi (ekonosfer), sosial (sisosfer) maupun fisikologi (fisikosfer).
Semua orang mungkin sepakat bahwa era globalisasi tersebut keutuhan manusia ingin tetap terpelihara dengan baik, dan ilmu pengetahuan sosial di harap kan dapat menjadi salah satu alternatif yang strategis bagi pengembangan manusia indonesia seutuhnya pada era glibalisasi tersebut. Namun, ilmu pengetahuan sosial yang ada  sekarang ini di nilai sudah mulai kewalahan atau hampir gagal dalam ikut serta memberikan kerangka pemecahan masalah sosial yang timbul dalam era globalisasi tersebut. Hal ini demikian disebabkan karena dasar-dasar dan prinsip-prinsip yang dijadikan landasan dalam ilmu pengetahuan sosial berasal dari filsafat barat yang bertumpu pada logika rasional dan cara berpikir empirik.
Sebagai salah stu upaya mengatasi kebutuhan dari ilmu pengetahuan sosial yang demikian itu, agar diharpkan dapat memberikan arahan dan perspektif baru, sehingga kehadiran agama tersebut terasa manfaatnya oleh para pemganut agama. Namun hal demikian membawa kita kepada suatu pertanyaan tentang bagaimanakah seharusnya agama itu ditampilkan : bagaimana sikap yang harus ditampilkan kalangan agamawan. Selanjutnya akan dibahas dalam maklah ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemahaman latar belakang di atas, dapat diberikan rumusan maslah sebagai berikut:
1. Peran ilmu sosial profektif pada era globalisasi?
2. Sumbangan islam terhadap ilmu dan peradaban modern?


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Peran Ilmu Sosial Profetik Pada Era Globalisasi
Sejak beberapa abad yang lalu islam mewarisi tradisi sejarah dari seluruh peradaban manusia. Kita tidak membangun dari ruang yang hampa. Hal demikian dapat dipahami dari kandungan surat Al-Maidah : 3
yang artinya; pada hari ini telah kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah kucukupkan kepaadamu nikmatku, dan telah ku-ridhai islam itu jadi agama bagimu.
Kata telah Ku-sempurnakan agama-Ku mengandunng arti bukan membuat yang baru atau membangun dari ruang hampa melainkan dari bahan-bahan yang sudah ada. Hal demikian dapat dilihat dari kenyataan sejarah. Semua agama dan peradaban mengalami proses, meminjam dan memberi dalam interaksi mereka dalam satu sama lain sepanjang sejarah.
Dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) Islam bukanlah agama tertutup. Islam adalah pengabdian terbuka, sebagai mata rantai peradaban dunia. Islam mewarisi peradaban Yunani dan Timur. Ketika abad VIII-XV peradaban barat dan timur tenggelam dan menjadi kemerosostan, Islam bertindak sebagai pewaris utamanya untuk kemudian diambil alih oleh Barat sekarang memalui renaissans. Islam jadi mata rantai yang penting dalam sejarah peradaban dunia.
Islam mengembangkan matematika India, Ilmu kedokteran dari Cina, sistem pertahanan sasanid, logika Yunani, dan sebagianya. Namun dalam proses peneriamaannya itu terdapat dialektika internal. Misalnya, untuk bidang-bidang pengkajian tertentu islam menolak bagian logika Yunani yang sangat rasional diganti dengan caara berfikir institutif yang menekankan rasa seperti yang dikrnal dalam tasawuf.
Alquran sebagai sumber utama ajaran Islam diturunkan bukan dalam ruang hampa, melainkan dalam setting sosial aktual. Sejak 15 Abad yang lalu Islam telah tampil sebagai agama terbuka akomodatif, serta berdampingan dengan agama, kebudayaan dan peradaban lainnya. Tetapi dalam waktu yang bersamaan Islam juga memberi kritik, perbaikan serta penolakan dengan cara-cara yang amat simpatik dan tidak menumbulkan gejolak sosial yang membawa korban yang tidak diharapkan.[3] Respon normatifnya merefleksibelkan kondisi sosial aktual itu, meskipun jelas, bahwa alquran memiliki cita-cita sosial tertentu.
Jika saat ini kita menghadapi kesenjangan sosial yang diakibatkan oleh perbedaan tingkat ekonomi, maka pada masa kelahirnnya lima belas abad yang lalu Islam telah memberikan perhatian terhadap masalah ini. Kesenjangan sosial pada sistem kapitalis ternyata lebih besar dari pada kesenjangan pada sistem sosialis, dan pada dunia ketiga seperti Indonesia, kesenjangan sosial itu lebih besar lagi. Pada sistem sosialis di rusia misalnya terdapat pendapatan terendah pada tahun 1995, yaitu antara 15:25; sedangkan di Amerika yang kapitalis pada tahuan yang sama perbandingannya antara 20:200. Selanjutnya dirusia pada tahun 1980 gaji tertinggi adalah 80.000 rubbel yang nilainya sama dengan 300x upah minimum atau 110x upah rata-rata. Saementara di Amerika pada tahun yang sama upah tertinggi adalah 11.000x  upah minimum atau 7000x upah rata-rata. Gaji bill kosby misalnya mencapai 50.000.000,- dollar pertahun, sementara yang terndah adalah 5.000,- dollar pertahun atau 10.000x upah rata-rata penduduk Amerika. Sementara itu di Indonesia sebagai negara berkembang upah terandah adalah 45.000.-/ per bulan sedangkan upah tertinggi dicapai oleh Liem Soe Liong yang mencapai lebih besar lagi lipatannya dibandingkan dengan dicapai bill kosby.
Kesenjangan dalam bidang ekonomi tersebut menunjukan bahwa ilmu sosial yang ada sekarang perlu ditinjau kembali, antara lain dengan menerapkan ilmu sosial profetik. Islam misalnya mengakui adanya perbedaan kelas sebagai fitrah, dimana Tuhan melebihkan yang satu atas yang lain. Namun, bersamaan dengan itu islam menyuruh umatnya agar menegakkan keadilan dan egaliter perbedaan kelas yang ada tidak boleh diartiakn bahwa islam mentolelir terjadi ketidak adilan sosial. Islam berupaya mengikis kesenjagan tersebut dengan memalui berbagai upaya seperti melalui institusi zakat, infak, sadaqah dan sebagianya.
Dalam hubungan ini islam mengakui adanya upaya suatu gerakan kelompok yang membela kelas tertindas, tetapi gerakan itu tidak bersifat class for itself, seperti gerakan komunis dan sebagianya, bukan untuk menghancurkan kelas yang lain. Dalam prespektif Islam, struktur yang adil tidak akan tercipta hanya dengan menhancurkan kelas yang menguasasi alat-alat produksi. Dari sini terlihat dengan jelas tentang kepedulian Islam terhadap upaya mengikis kesenjanagan yang terjadi di masyarakat.
Bukti sejarah tersebut memperlihatkan dengan jelas bahwa dari sejak kelahirnnya lima belas abad yang lalu islam telah tampil sebagai agama terbuka, akomodatif serta berdampingan dengan agama, kebudayaan dan peradaban lainnya. Tetapi dalam waktu bersamaan islam juga tampil memberikan kritik, perbaikan, bahkan penolakan dengan cara-cara yang amat simpatik dan tidak menimbulkan gejolak sosial yang membawa korban yang tidak diharapkan. Dengan sifat dan karakteristik ajaran islam demikian itu, maka melalui ilmu sosial yang berwawasan profetik sebagaimana disebutkan diatas, maka Islam siap untuk memasuki era globalisasi. Era globalisasi yang ditandai dengan adanya perubahan bidang ekonomi, teknologi, sosial, informasi, dan sebagainya akan dapat diambil manfaatnya dengan sebaik-baiknya, dan dapat dibuang hal-hal yang membahayakannya.
Dengan mengikuti uraian diatas, kiranya menjadi jelas bahwa Islam memiliki perhatian dan kepedulian yang tinggi terhadap masalah-masalah sosial. Karena itu, kehadiran ilmu sosial yang banyak membicarakan tentang manusia tersebut dapat di akui oleh islam. Namun islam memiliki pandangan yang khas tentang ilmu sosial yang harus di kembangkan, yaitu ilmu sosial profetik yang di bangun dari ajaran islam dan di arahkan untuk humanisasi, liberasi, dan transendesi. Ilmu pengetahuan sosial demikian yang di butuhkan dalam membangun manusia indonesia seutuhnya pada era globalisasi di abad XXI mendatang.


B.  Sumbangan Islam di bidang Ilmu Pengetahuan Modern
Sebagaimana yang diuraikan sebelumnya bahwa ciri peradaban modern itu adalah maju dan berkembangnya Ilmu pengetahuan dan teknologi, yang pada gilirannya ditopang oleh suatu sistem kognitif yang dilandasi oleh empirisisme. Selain empirisisme yang amat menonjol, ilmu pengetahuan modern berbeda dengan ilmu pengetahuan klasik karena sikapnya yang selalu memandang ke depan, sehingga ilmu pengetahuan menjadi tidak berhenti pada suatu tapal batas (frointer). Karena itu eksplorasi dan riset (research) merupakan bagian mutlak ilmu pengetahuan modern.
Nurcholish Madjid memahami bahwa meskipun abad modern, kebetulan dimulai dari Eropa Barat Laut, namun sesungguhnya bahan-bahan pembentukan kemoderenan itu berasal dari pengalaman hampir seluruh umat manusia – dari Cina di Timur sampai Spanyol di barat. Karena rentang daerah peradaban umat manusia pra-modern itu berpusat pada kawasan timur tengah dengan budaya Islamnya, maka yang paling banyak memberi sumbangan bagi timbulnya abad modern itu ialah peradaban Islam. Peradaban Islam berhasil melahirkan filsuf, dokter, astronom, ahli matematika hingga hukum berkelas dunia. Diantara ilmuan Muslim yang telah berhasil memberikan sumbangannya adalah:
1. Abu Ja’far Muhammad Ibn Musa al-Khawarizmi (780-850 M). Beliau adalah peletak ilmu al-jabar sebagai cabang matematika independen dan meletakkan dasar-dasar dibidang astronomi. Bukunya yang paling terkenal dan mempengaruhi perkembangan Eropa adalah al-jabar al-Muqabalah (pengutuhan kembali dan pembandingan). Sebagai bapak al-jabar, al-Khawarizmi meringankan beban para pedagang Asia Tengah yang kesulitan dalam menghitung, karena angka-angka bilangan yang dominan waktu itu. Al-Khawarizmi memecahkan kesulitan itu dengan memperkenalkan angka nol.
Penemuan dari Al-Khawarizmi ini merupakan sumbangan yang sangat berarti dalam kehidupan peradaban modern sebab kemajuan teknologi sangat membutuhkan suatu klasifikasi desimal yang sistematik dengan menggunakan bilangan nol.
2. ’Ala’uddin Abu Al-Hassan Ali ibn Abi Al-Hazm Al-Qurasi, lebih dikenal sebagai Ibn Al-Nafis (1210-1296M). Ibn Al-Nafis adalah seorang ilmuan dibidang kedokteran. Uraiannya tentang peredaran darah paru-paru yang lengkap dan terperinci muncul 3 (tiga) abad mendahului Michael Servetus, Realdus Colombus, dan William Harvey. Yang mengagumkan adalah Al-Nafis menguraikannya sebelum Mikroskop ditemukan orang. Dari Uraiannya itu disimpulkan bahwa Ibn Al-Nafis memandang paru-paru dan jantung sebagai dua unsur yang tidak terpisahkan dari suatu kesatuan yang kini disebut sistem kardio pulmoner (sistem jantung –paru-paru).
Penulis memahami bahwa Ibn A-Nafis kurang dikenal dikalangan dunia Islam, namun disatu sisi dengan penemuannya, setidaknya memberikan sumbangan yang berharga bagi peradaban modern. Dalam penemuannya itu dihasilkan bahwa sumbatan pada pembuluh darah akan menyebabkan serangan jantung mendadak, olehnya Al-Nafis memandang bahwa paru-paru dan jantung sebagai dua unsur yang tidak bisa dipisahkan.
Masih banyak lagi ilmuan muslim yang sangat berjasa dibidang ilmu pengetahuan seperti; Al-Kindi sebagai pendiri psikofisik, Abu Al-Zahrawi sebagai penemu acuan gips modern, Abu-Said Al-Sijzi sebagai penemu sistem heliosentrik dan pendahulu Galileo, Ibnu Al-Haitham sebagai penemu fotografi dan energi solar, Ibnu Sina sebagai bapak ilmu kedokteran modern, Al-Ghazali sebagai penemu pusat paru jantung, Ibnu Rusyd sebagai perintis ilmu jaringan tubuh. Al-Razi sebagai tokoh pengilham kedokteran modern, Al-Qarafi sebagai penemu asli teori tentang pelangi, dan sebagainya.
Kesuksesan para ilmuan muslim tersebut ditopang dengan pengamalan terhadap ajaran-ajaran Islam itu sendiri dengan memahami lingkungan hidup sebagai hasil ciptaan Allah swt. Dengan memahami lingkungan melahirkan ilmu pengetahuan, termasuk ilmu pengetahuan modern. Artinya, dengan ilmu pengetahuan diharapkan terjadi kedekatan antara sang hamba dengan khaliqnya. Ini berarti bahwa sumbangan Islam terhadap peradaban ilmu pengetahuan modern adalah ajaran tauhid, yakni ajaran yang menegaskan bahwa asal-usul dan tujuan hidup manusia tidak lainmengesakan Allah swt.
1. Sumbangan Islam dibidang sosial
Islam adalah agama yang mengajarkan persamaan dan toleransi. Persamaan antara sesama manusia tanpa memandang warna kulit, suku bangsa atau ciri khas lain yang membedakan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain. Islam juga dengan sistem sosialnya melahirkan sebuah peradaban Islam.  Peradaban Islam tersebut memiliki ciri-ciri dan ajaran-ajaran pokok. Nourouzzaman Shiddiqie mengemukakan bahwa ciri pokok peradaban Islam adalah:
- Bernafaskan tauhid yang menjadi prinsip utama ajaran Islam.
- Hasil buah pikiran dan pengolahannya dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan manusia, sebab Islam ditemukan untuk membawa rahmat bagi seluruh alam. Disamping itu, manusia diciptakan untuk mengemban tugas ganda sebagai abdi dan khalifah-Nya di muka bumi. Sebagai khalifah manusia mengemban tugas mengolah, memakmurkan bumi dan menjaga keindahannya. Dengan demikian Peradaban Islam bersifat Konstruktif (membina, memperbaiki) dan tidak destruktif (merusak, menghancurkan).
Dari ungkapan Nourouzzaman tersebut dapat dipahami bahwa Islam sebagai agama sosial yang memiliki peradaban, hadir dipermukaan bumi ini dengan membawa prinsip dan ajaran-ajaran yang begitu mulia yakni kesamaan derajat antara manusia, persaudaraan lintas suku, penghapusan perbudakan, apresiasi (penghargaan) terhadap ilmu, perintah mencari ilmu, keseimbangan dunia akhirat, tanggung jawab jangka panjang, dan sebagainya. Kemuliaan ajaran-ajaran tersebut untuk peningkatan kesejahteraan dan kebahagiaan umat manusia, sebab Islam sebagai agama rahmatan lil alamin. Namun, terlepas dari kemuliaan ajaran tersebut aplikatif umat Islam dilapangan belum menunjukkan nilai-nilai dan norma-norma peradaban yang positif, yang nampak adalah merusak alam, sikap anti dunia, kecurigaan kepada kebebasan akal, kebodohan dan sikap taklid, kekerasan, adanya kemiskinan, fanatisme dan ketidak adilan.
Hal-hal semacam ini sebenarnya menurut Machasin bukan terjadi karena Islam memang mengajarkannya, melainkan penafsiran atau pemahaman kaum muslimin terhadap ajaran-ajarannya – disertai dengan sifat buruk dalam diri mereka yang tidak dikendalikan dengan baik- membuat mereka memilih jalan yang tidak baik. Pernyataan Machasin tersebut bagi penulis sangat beralasan, karena citra tentang Islam yang tampak di mata dunia adalah kekejaman, fanatisme, kebencian, dan kehancuran. Semua itu dihubungkan dengan tindakan pembunuhan yang dilakukan oleh orang Libya terhadap polisi wanita London, pembajakan terhadap penumpang pesawat oleh orang Palenstina, perampasan kantor kedutaan besar oleh orang Iran, dan peledakan candi Borobudur di jawa oleh orang Indonesia. Munculnya citra demikian sebagian disebabkan oleh kurangnya pemahaman tentang Islam dikalangan non-Muslim dan sebagian disebabkan oleh gagalnya para orang Muslim untuk menjelaskan tentang diri mereka.


2. Sumbangan Islam di Bidang Spiritual
Kajian tentang sumbangan Islam di bidang spiritual, penulis mengambil pemikiran Sayyed Hossein Nasr. Menurutnya, manusia modern saat ini tengah dilanda krisis spiritualitas. Kemajuan yang pesat dalam lapangan ilmu dan filsafat rasionalisme sejak abad ke-18, kini dirasakan tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok manusia dalam aspek nilai-nilai transenden, satu kebutuhan vital yang hanya bisa digali dari sumber wahyu Ilahi. Masalah paling akut yang dihadapi manusia modern bukan muncul dari situasi underdevelopment (keterbelakangan), tetapi justru dari overdevelopment. Lebih dari itu, semua masalah dan krisis peradaban modern berakar dari polusi jiwa manusia yang muncul begitu manusia Barat mengambil alih peran ketuhanan di muka bumi dengan menyingkirkan dimensi Ilahi dari kehidupannya.
Islam diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam aspek sufisme, karena "itu juga akan menunjukkan bahwa hampir seluruh ajaran Islam tentang hal-hal yang bersifat metafisis dan gnotis (makrifah/hikmah) murni. Terutama sekali yang terdapat dalam bidang sufisme, dapat memberikan jawaban-jawaban terhadap kebutuhan-kebutuhan intelektual manusia dewasa ini.
Dan dalam bidang sufisme tersebut, kehadiran dimensi spiritual tampak. Itulah yang kemudian dapat memadamkan kehausan manusia dalam mencari Tuhan." Menurut Nasr, paham sufisme mempunyai tempat bagi masyarakat di Barat (modern), karena mereka mulai merasakan kekeringan batin dan kini upaya pemenuhannya kian mendesak.
Karena itu, Nasr berpendapat, sufisme sangat penting disosialisasikan kepada Barat. Ini setidaknya terdapat tiga tujuan. Pertama, turut serta berbagi peran dalam penyelamatan kemanusiaan dari kondisi kebingungan sebagai akibat dari hilangnya nilai-nilai spiritual. Kedua, memperkenalkan literatur atau pemahaman tentang aspek esoteris Islam, baik terhadap masyarakat Islam yang mulai melupakannya, maupun non-Islam, khususnya masyarakat Barat. Ketiga, untuk memberikan penegasan kembali bahwa sesungguhnya aspek esoteris Islam, yakni sufisme, adalah jantung ajaran Islam, sehingga bila wilayah ini kering dan tak lagi berdenyut, maka keringlah aspek-aspek lain ajaran Islam.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1. Dari penjelasan di atas dapat kami simpulkan bahwa hubungan agama dengan ilmu pengetahuan sosial sangat erat kaitannya dengan masalah yang dihadapi manusia pada era globalisasi saat ini. Ilmu pengetahuan sosial sangat dibutuhkan untuk dipelajari dan dipahami oleh umat muslim agar tidak terjadi kesalahan dalam beribadah maupun dalam hal kemasyarakatan. Banyak hal yang harus dilakukan dalam hubungan manusia di lingkungan masyarakat.
2. Peradaban peradaban yang mengantar kepada kemajuan baik dibidang ilmu pengetahuan maupun budaya dan melahirkan sikap, cara berfikir dan bertindak sesuai dengan tuntutan zaman.Memang tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban yang dibangun oleh Islam tidak bisa terlepas dari peradaban-peradaban yang ada sebelumnya yaitu Yunani yang mempengaruhi peradaban dalam bidang pengetahuan dan pengaruh persi- Bizantium dalam bidang Politik. Islam hadir sebagai jembatan yang menghubungkan antara peradaban masa lalu dengan peradaban modern, jika jembatan ini tidak ada maka mata rantai perkembangan tentu saja terputus.Sumbangan Islam terhadap peradaban modern terlihat dengan berbagai karya para ilmuan muslim di zaman klasik dibidang ilmu pengetahuan, sosial dan spiritual. Namun, sumbangan Islam yang terbesar adalah ajaran tauhid yakni mengesakan Allah swt.


DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Yatimin. Studi Islam Kontemporer, (Jakarta: Azami, 2006)

Nur Kholis Madjid,  Islam Modernan dan Keindonesiaan, (Bandung: Mizan, 1998)
Dudung Adburahman, Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga Modern, (Yogyakarta: LESSFI, 2004)

Aunur Rahim Fakih, Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2000)
Fadli Rais, Islam dan Keseimbangan Spiritual Indonesia, dalam wwwno. Or.id diakses tanggal 18 maret 2019.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar