Jumat, 28 Juni 2019

LDII, MTA, FPI, Dan HTI

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan beragama banyak sekali pemikiran yang dikembangkan oleh para cendekiawan, termasuk di dalamnya agama islam. Dilihat dari kenyataan historis, wacana pemikiran islam selalu berkembang dari waktu ke waktu, sejak zaman Rasulullah SAW sampai sekarang. Kehidupan beragama tidak terlepas dari kehidupan sosial dimana agama itu berkembang, dimana diperlukan berbagai pemikiran agar dapat mengaktualisasikan nilai-nilai keislaman.
Indonesia sebagai negara yang sebagian besar penduduknya adalah umat islam tidak terlepas dari perkembangan pemikiran dari awal mula tersebarnya islam di bumi pertiwi sampai Indonesia merdeka. Awal mula islam berkembang di Indonesia berlawanan dengan kepercayaan masyarakat, sehingga diperlukan strategi untuk menyebarkan islam di bumi Indonesia. Salah satunya adalah menggabungkan kebudayaan dan nilai-nilai substansi keislaman. Stategi ini dapat diterima oleh masyarakat Indonesia, merasa sedikit demi sedikit meninggalkan agama nenek moyang beralih ke agama yang rahmatal lil’almain (islam).
Islam liberal merupakan salah satu gerakan yang muncul di masa modern sekarang ini, dimana perkembangan masalah-masalah yang diberbagai bidang menerpa umat islam. Perkembangan pemikiran islam di Indonesia tidak terlepas dari perkembangan pemikiran islam di daerah negara lain. Gerakan islam liberal, sebagaimana umat islam dari belenggu keterbelakangan dan kejumudan.


BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Berdirinya LDII
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), adalah nama baru dari sebuah aliran keagamaan di Indonesia, yang secara historis mempunyai hubungan dengan organisasi keagamaan yang sebelumnya yang bernama Darul Hadist/Islam Jama’ah yang telah dilarang oleh pemerintah Indonesia. Kehadiran LDII untuk membina anggota Darul Hadist/Islam jama’ah agar kembali pada jalur islam arus pertama. 
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) didirikan di Surabaya pada tanggal, 3 Januari 1972, setelah mengalami perubahan nama dari Lembaga Karyawan Dakwah Islam Indonesia, yaitu Lemkari, namun dengan nama organisasi Karatido Indonesia. Langkah itu merupakan realisasi keputusan musyawarah besar IV Lekari di Jakarta 1990. Lemkari itu sendiri merupakan organisasi baru sebagai wadah kegiatan organisasi Islam Jamaah yang telah dibubarkan oleh Kejaksaan Agung pada 1971. Islam jamaah itu sendiri  merupakan nama baru setelah sebelumnya lebih dikenal dengan nama Darul Hadits, yang telah dibubarkan. Sementara itu mereka di Jawa Tengah telah mendirikan Yakari (Yayasan Karyawan Islam) pada 1972, untuk tujuan yang sama. Di kemudian hari organisasi ini bergabung dengan Golkar. Tidak bisa dipungkiri bahwa LDII pada hakikatnya tetap sama dengan ajaran islam jamaah, yang didirikan oleh Nurhasan Al- Ubaidah. 
Perubahan nama Lemkari menjadi LDII, tersebut atas usul Menteri Dalam Negeri agar tidak rancu dengan salah satu nama organisasi Karate yang bernama Lemkari (Lembaga Karate-Do Indonesia). Dengan demikian LDII secara resmi dan organisasi memiliki legalitas yang sah dan diakui/terdaftar di Departemen Dalam Negeri.
Menurut salah seorang pengurus LDII bahwa LDII bukanlah Darul Hadist, islam Jamah, tetapi LDII bersama Golkar dengan sayap dakwahnya yaitu Majelis Dakwah Islam (MDI) dan Al-Hidayah membina mantan-mantan kelompok islam Jamaah tersebut untuk kembali kepada Islam yang benar. Oleh karena itu tidak benar LDII dianggap merupakan jelmaan dari Darul Hadist atau Islam Jamaah yang telah dilarang tersebut.
Pada usia 30 tahun, Nurhasan Al-Ubaedah mulai berada di Mekah, sampai 10 tahun lamanya. Dua perguruan yang ditinggali Nurhasan Al-Ubaedah selama belajar agama di Mekah adalah Rukbat Naqsyabaniiah (nama ini tidak ada hubungannya dengan tarekat naqsyabandiah) dan sebuah perguruan di desa Syamiah. Madrasah yang bernama Darul Hadits adalah tempat di mana ia mendalami Al-qur’an dan Hadist. Guru yang ia ikuti adalah Syekh Abu Samah dari Mesir, disamping itu juga berguru kepada Syekh Abu Umar Hamdan.
Madrasah Darul Hadits, tempat dimana Nurhasan Al-Ubaedah cukup lama belajar agama, nampaknya yang paling banyak mempengaruhi pikiran-pikirannya. Di pesantren tersebut konon mulai tertanam fanatisme yang mendalam terhadap ajaran-ajaran kebenaran sesuai dengan petunjuk al-qur’an dan hadist Nabi SAW. Hingga pada saatnya Nurhasan al-Ubaedah kembali ketanah air, hanya ajaran dari kedua sumber itulah, hamper tidak ada yang lain lagi yang dijadikan pegangan dalam rangka mengamalkan agamanya dan menyebarluaskan pengetahuannya.
Perbedaan dengan kelompok Islam lainnya terletak pada pemahaman terhadap beberapa nash al-qur’an dan hadits nabi SAW, terutama yang menyangkut soal kepemimpinan ummat (keamiran), bai’at dan arti islam. Tumbuhnya perbedaan terebut diawali oleh penilaian terhadap kondisi obyektif ummat, yang sering diungkapkan Kyai Nurhasan Al- Ubaedah selaku pendiri islam Jama’ah kepada para kolega dan murid-muridnya. Menurutnya, umat islam di Indonesia sudah lama terpecah-pecah menjadi sekian banyak golongan. Keadaan ini katanya tepat dengan diramalkan oleh Rasulullah SAW, bahwa “pada suatu saat nanti ummatku akan terpecah-pecah menjadi 71 golongan. Dari sekian banyak golongan itu tidak ada yang selamat kecuali satu, yakni yang berpegang pada Al-qur’an dan Sunnahku”. Sepengetahuan Nurhasan tidak ada satu kelompok islampun yang menunjukkan sebagai pengamal Qur’an dan sunnah Nabi secara murni. Adapun kesalahan umat ia tunjukkan, antara lain: Pertama, terlalu berbelit-belitnya pendefinisikan tentang Islam. Kedua, kesalahan umat islam adalah tidak bisa mencetak pemimpin yang layak dihormati dan dipercaya sebagai seorang amir. 
1. Pendiri dan tokoh- tokohnya
Penggagas dan pertamanya Amirul Mukminin dari gerakan GPK kerajaan islam jamaah/LDII dinasti madingol Al Kadzab. LDII didirikan oleh Nur Hasan Ubaidah Lubis (Amir Al Kazdzdab) Adapun arti kata Lubis menurut dia sendiri adalah “luar biasa” atau “Supeperman”. Sedangkan nama kecilnya Medekal atau Madingol. Dia asli Jawa Timur, Tahun lahirnya 1915 tempatnya di desa Bagi kecamatan Purwosari kabupaten Kediri Jawa Timur. 
2. Inti Ajaran
Berikut beberapa keputusan MUI dan beberapa organisasi yang menyatakan kesesatan LDII dan aliran yang memiliki ajaran serupa:
a). MUI dalam Musyawarah Nasional VII di Jakarta, 21-29 Juli 2005, merekomendasikan bahwa aliran sesat seperti LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) dan Ahmadiyah agar ditindak tegas dan dibubarkan oleh pemerintah karena sangat meresahkan masyarakat.
b). Surat 21 orang keluarga R. Didi Gernadi dari Cimahi Bandung menyatakan sadar, insyaf, taubat dan mencabut Bai’at mereka terhadap LDII, Oktober 1999.
c). Penipuan Triliunan Rupiah: kasus tahun 2002/2003 ramai di Jawa Timur tentang banyaknya korban apa yang disebut investasi yang dikelola dan dikampanyekan oleh para tokoh LDII dengan iming-iming bunga 5% perbulan
d). Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat: Bahwa ajaran Islam jama’ah darul hadist (atau apapun yang dipakainya)adalah ajaran yang sangat bertentangan dengan ajaran islam yang sebenarnya dan penyiarannya itu adalah memancing-mancing timbulnya keresahan yang akan mengganggu kestabilan negara.
e). LDII dinyatakan sesat oleh MUI karena penjelmaan dari islam jamaah. Ketua Komisi Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) KH Ma’ruf Amin menyatakan, Fatwa MUI: LDII sesat. 

B. Latar Belakang MTA
Yayasan Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA) ini didirikan di Surakarta pada tanggal 19 September 1972 oleh Abdullah Tufail Saputra, seorang keturunan Pakistan yang menjadi pedagang batik di Solo. Tujuan didirikannya MTA adalah mengajak umat Islam kembali kepada Al-Qur’an dengan tekanan pada pemahaman, penghayatan, dan pengalaman Al-qur’an. Sebab dalam kenyataannya dalam kehidupan kesehariannya. Hal ini menjadikan umat islam lemah dan tidak memiliki kemampuan bersaing dengan kelompok masyarakat yang lain. Sebagai sebuah organisasi keagamaan, Yayasan MTA secara resmi memiliki badan hukum sebagai yayasan pada tanggal 23 Januari 1974 dengan Akte Notaris R. Soegondo Notodireorjo. Sekarang MTA bersekratriat di Jl. Serayu No. 12, Semanggi 06/15, pasar Kliwon, Solo kode pos 57117.
Latar belakang didirikannya MTA ini adalah adanya keterbelakangan pendidikan dan kesejahteraan yang dialami oleh umat islam. Keterbelakangan ini menjadikan umat islam tidak mampu untuk berkompetisi dengan masyarakat lainnya. Di samping itu, masyarakat islam masih mempraktikan berbagai ritual peribadatan yang berbau bidah. Masyarakat belum menjalankan ajaran islam secara murni sesuai dengan tuntunan Al-qur’an dan Hadits. Jauhnya masyarakat dari Al-qur’an dan hadist ini menjadikan mereka sulit untuk maju dan berkembang. Oleh sebab itu, ustadz Abdullah Thufail Saputra yakin bahwa umat islam Indonesia hanya akan dapat melakukan emansipasi apabila umat islam mau kembali ke al-qur’an.
1. Pendiri dan Tokoh
Yayasan Majelis Tafsir Al-qur’an (MTA) adalah sebuah lembaga pendidikan dan dakwah islamiyah yang berkedudukan di Surakarta. MTA didirikan oleh Alm. Ust. Abdullah Thufail Saputra di Surakarta pada tanggal 19 September 1972 dengan tujuan untuk mengajak umat islam kembali ke Al-qur’an. Sesuai dengan nama dan tujuannya, pengajian Al-qur’an dengan tekanan pada pemahaman, penghayatan dan pengamalan al-qur’an menjadi kegiatan utama MTA.
2. Inti ajaran
MTA memfokuskan kajian pada tafsit Al-qur’an, dengan slogan: “Ngaji Al-Qur’an sak maknane”. Doktrin utama MTA adalah permunian dengan jalan mengembalikan perilaku masyarakat yang selama ini dianggap telah keluar dari ajaran islam pada al-qur’an dan sunnah, serta menjalin ukhuwah islamiyah.
Paham keislaman MTA adalah pemurnian islam dengan kredo kembali pada al-qur’an dan hadist. Paham ini kemudian diturunkan dalam doktrin MTA yaitu: pertama, berupaya mengembalikan kehidupan masyarakat kepada al-qur’an dan sunnah dan meninggalkan segala praktik ibadah yang dipandang sebagai bid’ah. Dengan kembali kepada Al-qur’an dan sunnah bagi MTA akan menyelamatkan kehidupan manusia di dunia dan akhirat.
Kedua, MTA tidak bermadzhab. Fiqh sebagai panduan praktis dalam beribadah dalam pandangan MTA sudah jadi satu dengan tuntunan yang ada dalam AL-qur’an dan Sunnah. MTA menegaskan ijtihadnya sendiri dan tidak terikat dengan ijtihad para penganut sistem bermadzab yang telah ada. Madzab yang dianut oleh MTA adalah Al-qur’an dan sunnah. Sedangkan dengan madzhab yang ada mereka harus berhati-hati dengan madzhab yang ada sebab hal tersebut dikhawatirkan tidak sesuai dengan Al-qur’an dan Hadist.
Ketiga, penolakan praktik islam bercampur unsur budaya lokal. MTA menolak segala praktik ibadah yang bercampur dengan budaya lokal seperti yasinan, tahlilan, manaqiban dan selamatan. Masyarakat ideal dalam pandangan MTA adalah masyarakat yang dalam kehidupannya selalu dibimbing oleh pemahaman, penghayatan, dan pengalaman Al-qur’an secara benar. Untuk mencapai cita-citanya tersebut gerakan yang dilaksanakan oleh MTA antara lain melalui program dakwah, ekonom, pendidikan, gerakan sosial, pembukaan rumah sakit, serta kursus secara berkala dengan bekerjasama dengan Balai Latihan Kerja Surakarta (BLK). Gerakan dakwah melalui pengajian khusus dan pengajian umum. Pengajian umum yang dilaksanakan setiap hari minggu pagi diselenggarakan oleh MTA pusat, saat ini bertempat di halaman gedung MTA pusat di Mangkunegaraan. Materi yang disampaikan  dalam pengajian ini adalah pengalaman beragama sehari-hari, yaitu bagaimana masyarakat bisa memahami Al-qur’an dan sunnah sehingga menjadi muslim benar. Sedangkan pengajian khusus adalah pengajian yang khusus diikuti oleh jamaah MTA yang biasa disebut siswa MTA. Pengajian ini diselenggarakan seminggu sekali baik di pusat maupun di cabang-cabang.
Dalam bidang ekonomi MTA membangun unit usaha bersama berupa koperasi simpan pinjam. Dengan simpan pinjam ini, siswa atau MTA dapat memperoleh modal untuk mengembangkan kehidupan ekonominya. Di samping itu, siswa atau warga MTA bisa tukar-menukar pengalaman, pengetahuan dan keterampilan dalam bidang ekonomi.

C. Latar Belakang Berdirinya FPI
Pemilihan nama “Front Pembela Islam” untuk organisasi yang baru dibentuk ini memiliki makna tersendiri. Kata “Front” menunjukkan bahwa organisasi ini selalu berusaha untuk berada digaris depan dan memiliki sikap tegas dalam setiap langkah perjuangan. Kata “Pembela” mengisyaratkan bahwa organisasi ini akan berperan aktif dalam membela dan memperjuangkan hak islam dan umat islam. Sementara kata ‘Islam” mencirikan bahwa perjuangan organisasi tidak terlepas dari ikatan ajaran islam yang lurus dan benar. Dengan nama “Front Pembela Islam”, organisasi ini membela “nilai” dan “ajaran”, bukan orang atau kelompok tertentu. Artinya, sebagaiman dikatakan Habib Rizieq, pendiri sekaligus ketua FPI, sangat mungkin organisasi ini membela kelompok non-muslim, karena menolong mereka adalah sebagian dari ajaran islam.
Situasi sosial-politik yang melatar belakangi berdirinya FPI dirumuskan oleh para aktivis gerakan ini sebagai berikut:
Pertama, adanya penderitaan panjang yang dialami umat islam Indonesia sebagai akibat adanya pelanggaran HAM yang dilakukan oleh oknum penguasa.
Kedua, adanya kewajiban bagi setiap muslim untuk menjaga dan mempertahankan harkat dan martabat Islam serta umat islam.
Ketiga, adanya kewajiban bagi setiap muslim untuk dapat menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.
1. Pendiri dan Tokoh
Front Pembela Islam (FPI) lahir secara resmi pada 17 Agustus 1998. FPI didirikan oleh sejumlah haba’ib, ulama, mubaligh, serta aktivis muslim dan umat islam. Tokoh yang melopori berdirinya FPI adalah Habib Muhammad Riziq Shihab. Sebagai sebuah organisasi gerakan, para aktivis ini telah melakukan berbagai aktivitas keagamaan seperti tabligh akbar, audensi, silaturahmi, dan juga demonstrasi. Sebagai bagian dari masyarakat, FPI merasa memiliki kewajiban untuk berperan serta dalam memberikan kontribusi positif untuk kemajuan bangsa.
2. Inti ajaran
FPI berdiri untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Amar ma’ruf adalah perintah untuk melakukan segala perkara yang baik menurut hukum syara’ dan hukum akal. Sedangkan nahi munkar adalah mencegah setiap kejahatan atau kemunkaran, yakni setiap perkara yang dianggap buruk oleh syara’ dan hukum akal. Dalam mencapai tujuan amar ma’ruf, FPI mengutamakan metode bijaksana dan lemah lembut melalui langkah-langkah mengajak dengan hikmah (kebijaksanaan, lemah lembut), memberi mau’ idzah hasanah (nasehat yang baik), dan berdiskusi dengan cara yang terbaik. Sedangkan dalam melakukan nahi munkar, FPI mengutamakan sikap yang tegas melalui langkah-langkah menggunakan kekuatan atau kekuasaan bila mampu dan menggunakan lisan dan tulisan, bila kedua langkah tersebut tidak mampu dilakukan maka nahi munkar dilakukan dengan menggunakan hati yang tertuang dalam ketegasan sikap untuk tidak menyetujui segala bentuk kemungkaran. 

D. Latar Belakang Berdirinya Hizbut Tahrir
Hizbut Tahrir selanjutnya disingkat HT adalah sebuah partai politik islam yang dakwahnya berpijak di atas keharusan mengembalikan khalifah islamiyyah dengan berpotong kepada fikrah sebagai sarana paling kokoh dalam perubahan. HT adalah sebuah gerakan atau partai politik yang didirikan disebuah kampung di daerah Haifa Palestina oleh Syekh Taqiyuddin al Nabhani pada tahun 1953 M/ 1372 H. dengan demikian, HT bukan merupakan kelompok yang bergerak dibidang kerohanian dan bukan pula dilembaga pendidikan atau lembaga sosial. HT berawal dari sebuah gerakan atau kelompok kecil yang terdiri dari beberapa ulama yang dipimpin oleh Syekh Taqiyuddin al Nabhani. Gerakan ini melakukan berbagai studi, penelitian, maupun kegiatan tentang kehidupan umat islam pada masa lampau dan masa kini. Berbagai studi tersebut dilakukan atas dasar rasa ingin mengetahui apa yang menjadi penyebab dari permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh umat islam pada masa itu.
Awal aktifitas HT terpusat di Yordania dan Suriah serta Lebanon. Kemudian berkembang ke berbagai negara Islam, di antaranya adalah Mesir, Yordania, Uzbekistan, Lebanon, Pakistan, Malaysia, Indonesia dan negeri-negeri yang mayoritas penduduknya beragama islam lainnya, bahkan kini telah mencapai Eropa, terutama Austria dan Jerman Barat. 
1. Pendiri dan Tokoh
Hizbut Tahrir (HT) pertama kali didirikan oleh Syeikh Taqiyyuddin An Nabhani pada tahun 1953 di Palestina. HT kemudian berkembang di berbagai negara seperti Australia, Libya, Mesir, Sudan, Inggris, Prancisdan Jerman lalunmulai masuk ke Indonesia pada tahun 1980-an.
2. Inti ajaran
Salah satu karakteristik nalar keagamaan disebut tahrir adalah menggunakan pendekatan nalar literasi teks sebagai dasar pemikiran-pemikirannya. Nalar literalis dan pemahaman tekstual al-qur’an dan hadis akan berimplikasi pada ekspresi keberagamaan dan bisa menjadi eksklusif kelompok ini mempunyai keyakinan absolute bahwa islam merupakan salah satunya agama yang benar dan sistem yang dibangun islam merupakan aturan yang paling unggul dibanding sistem hukum produk manusia. Jadi inti ajaran hisbut tahrir yaitu membentuk negara-negara islam.
Nalar keagamaan hizbut Tahrir adalah menolak filsafat, hurmeunetik, paham sekuler, kapitalis, dan paham-paham yang bertentangan dengan islam. Misalnya sikap kritis hisbut tahrir terhadap ekonomi dan kapitalisasi pendidikan dan pertanahan yang melanda di Indonesia. Taqiyuddin Al Nabhani pendiri hizbut tahrir sudah menggariskan pemikiran yang kemudian dijadikan dasar perjuangan keagamaan. Al Nabhani mengatakan apapun pemikiran yang tidak bersumber dari islam harus bertolak dan sangat membahayakan umat islam, karena dasar yang harus ditegakkan menurut hizbut tahrir adalah hukum syara’, yang tidak tercampur dengan interpretasi yang menyesatkan.
Bagi hizbut tahrir langkah yang paling mendesak untuk merubah masyarakat islam adalah memperbaiki pemikiran islam, dia mengajak umat islam untuk kembali kepada pemikiran yang orasional yaitu pemikiran yang berlandaskan al-qur’an dan hadits. Metode berfikir islam bagi hizbut tahrir dijadikan sebagai saqofah untuk modal yang berfikir islami. Nalar keagamaan hizbut tahrir sangat selektif terhadap bacaan atau kajian-kajian yang bertentangan dengan islam. Pemikitran tentang sastra, politik, hukum, dan akidah harus sesuai dengan islam.
3. Islam Trans Nasional
Sehingga, lahirnya gerakan islam trans nasional dan berbagai macam serta coraknya, lebih diakibatkan oleh cara pandang keberagamaan yang sama sekali melepaskan dari konteks sosial keberagamaan, kemasyarakatan dan budaya bangsa Indonesia. Sekali lagi, paham yang demikian, seharusnya dihilangkan dari bumi Indonesia, sebab jika tidak, maka akan melahirkan jihadis-jihadis baru yang siap saling menghancurkan antara yang satu dengan yang lainnya, sehingga pada akhirnya sulit menemui perdamaian dan wajah toleransi keberagamaan di Indonesia.
Sebagai upaya untuk mengetahui gerakan islam transnasional di Indonesia kita juga dapat mengamati dan melihat perjalanan HTI di Indonesia, organisasi ini sulit berkembang di negara-negara Timur Tengah, tetapi ketika diborong ke Indonesia, banyak muslim Indonesia yang tertarik untuk membelinya. Dalam pandangan kami, hal ini sangat berbahaya dalam rangka menjaga keutuhan kita sebagai bangsa yang mengakui pluralitas yang terjaga dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika. 

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
LDII merupakan aliran atau kelompok islam di Indonesia, Pendirinya adalah Al-Imam Nurhasan Ubaedah Lubis Amir, pada awalnya organisasi ini bernama Yayasan Lembaga Karyawan Islam (YAKARI) pada tahun 1972, lalu berganti nama menjadi Lembaga Karyawan Islam (LEMKARI), lalu berubah menjadi Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) hingga sekarang.
Yayasan Majelis Tafsir Al-qur’an (MTA) adalah sebuah lembaga pendidikan dan dakwah islamiyah yang berkedudukan di Surakarta. MTA didirikan oleh Alm. Ust. Abdullah Thufail Saputra di Surakarta pada tanggal 19 September 1972 dengan tujuan untuk mengajak umat islam kembali ke Al-qur’an. Sesuai dengan nama dan tujuannya, pengajian Al-qur’an dengan tekanan pada pemahaman, penghayatan dan pengamalan al-qur’an menjadi kegiatan utama MTA.
Front Pembela Islam (FPI) lahir secara resmi pada 17 Agustus 1998. FPI didirikan oleh sejumlah haba’ib, ulama, mubaligh, serta aktivis muslim dan umat islam. Tokoh yang melopori berdirinya FPI adalah Habib Muhammad Riziq Shihab. Sebagai sebuah organisasi gerakan, para aktivis ini telah melakukan berbagai aktivitas keagamaan seperti tabligh akbar, audensi, silaturahmi, dan juga demonstrasi. Sebagai bagian dari masyarakat, FPI merasa memiliki kewajiban untuk berperan serta dalam memberikan kontribusi positif untuk kemajuan bangsa.

Hizbut Tahrir (HT) pertama kali didirikan oleh Syeikh Taqiyyuddin An Nabhani pada tahun 1953 di Palestina. HT kemudian berkembang di berbagai negara seperti Australia, Libya, Mesir, Sudan, Inggris, Prancis dan Jerman lalu mulai masuk ke Indonesia pada tahun 1980-an. Hizbut Tahrir selanjutnya disingkat HT adalah sebuah partai politik islam yang dakwahnya berpijak di atas keharusan mengembalikan khalifah islamiyyah dengan berpotong kepada fikrah sebagai sarana paling kokoh dalam perubahan.


DAFTAR PUSTAKA
M, Nurihson Nuh. Aliran/faham Keagamaan dan Sufisme Perkotaan, Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2009.
Su’ud, Abu. Islamologi: Sejarah, Ajaran, dan Peranannya Dalam Peradaban Umat Manusia, Jakarta: Rineka Cipta, 2003.
Aziz, Abdul dkk. Gerakan Islam Kontemporer di Indonesia, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1989.
Zainal Arifin Ali, Bambang Irawan Hafiluddin dll. Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, (Lembaga Peneliti dan pengkajian Islam (LPII), Jakarta 1998 M)
Sukirno, Ahmad. Menggapai Keilmuan Hidup (Tanya Jawab Pengajian Ahad Pagi Jilid I,  Surakarta: Penerbit MTA, 2008.
Jajang Jahroni, Jamhari. Gerakan Salafi Radikal di Indonesia, Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2004.
Badriyah, Genealogi FPI  Surabaya: Jurnal Cendekia, 2013.
Saifuddin, Khalifah vis-à-vis Nation State Telaah atas Pemikiran Politik HTI, Yogyakarta: Mahameru, 2012.
Azman, Gerakan dan Pemikiran Hizbut Tahrir Indonesia, Makasar: Jurnal UIN Alauddin , 2018.
Rofiq Amir Al-Amin, Membongkar Proyek Khilafah Ala Hizbuttahrir di Indonesia, Yogyakarta: LKIS, 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar