Kamis, 18 Juli 2019

Membedah Akidah

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
         Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin yang artinya dia dating sebagai penebar kasih sayang pada segenap umat manusia. Tidak hanya manusia tapi seluruh jagad raya beserta isinya. Islam dibawa secara estafet sejak dari satu generasi ke generasi selanjutnya yang selalu menorehkan kisah perubahan yang indah di setiap zaman. Namun, belakangna ini islam mendapati dirinya tidak seperti dulu lagi. Dicela, dihina, diasingkan dan dikucilkan. Apa yang terjadi dengan islam saat ini ? jawabnya adalah karena banyaknya orang yang salah dalam memahami karakteristik islam yang sesungguhnya, ditambah masuknya oknum-oknum luar yang sengaja masuk untuk mendoktrin para pemikir muslim yang akhirnya setiapmuslim membawakan islam sesuai keinginannya sendiri selama cocok dengan hawa nafsunya dengan bersembunyi dibalik dalil yang dianggapnya benar, atau dijadikan sebagai alat pembenaran.
       Sehingga nilai-nilai hakiki sebagai islam rahmatan lil alamin pun menjadi pudar dan hanya sekedar slogan dan maskot semata. Oleh karena itu dalam pembahasan “Karakteristik Studi Islam” ini, kami mengajak untuk menelaah lagi tentang pentingnya kita mengetahui karakteristik studi islam bidang akidang yang sesungguhnya. Berdasarkan paparan latar belakang makalah ini, bertujuan untuk memaparkan tenntang (1) akidah bersifat murni dan outentik, (2) akidah sebagai pedoman bertingkah laku dan beramal shalih, (3) akidah aswaja.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Akidah bersifat murni dan outentik
Aqidah menurut bahasa arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu yang berarti ikatan, at-tautsiiqu yang berarti kepercaayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquwwah yang berarti mengikat dengan kuat. Sedangkan menurut istilah (terminologi) aqidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikitpun bagi orang yang meyakininya. Jadi, Aqidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah SWT dengan segala pelaksanaan kewajuban bertauhid dan taat kepadanya. Ajaran islam sebagaimana dikemukakan Maulana Muhammad Ali, dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu bagian teori atau yang lazim disebut denga rukun iman, dan bagian praktik yang mencakup segala yang harus dikerjakan oleh orang islam, yakni amalan-amalan yang harus dijadikan pedoman hidup. Bagian pertama selanjutnya disebut ushul (ushul) pokok dan bagian kedua disebuyt furu’. Kata ushul adalah jamak dari ashl yang artinya pokok atau asas, adapun kata furu’ artinya cabang. Bagian pertama disebut pula aqa’id artinya kepercayaan yang kokoh, adapun bagian kedua disebut ahkam. Menurut Imam Syahrastani bagian pertama disebut ma’rifat dan bagian kedua disebut tha’ah, kepatuhan .
  Karakteristik islam yang dapat diketahui melalui bidang akidah ini adalah bahwa akidah islam bersifat murni baik dalam isinya maupun dalam prosesnya. Yang diyakini dan diakui sebagai tuhan yang wajib disembah hanya Allah. Keyakinan tersebut sedikitpun tidak boleh diberikan kepada yang lain, karena akan berakibat musyrik yang berdampak pada motivasi kerja yang sepenuhnya didasarkan atas panggilan Allah. Dalam prosesnya, keyakinan tersebut harus langsung tidak boleh melalui perantara. Akidah demikian itulah yang melahirkan perantara. Akidah demikian yang melahirkan bentuk pengabdian hanya kepada Allah, yang selanjutnya berjiwa bebas, merdeka dan tidak tunduk pada manusia yang lainnya yang menggantikan posisi Tuhan.
  Akidah dalam islam meliputi keyakinan dalam arti tentang Allah sebagai tuhan yang wajib disembah. Ucapan dengan lisan dalam bentuk dua kalimat syahadat, yaitu menyatakan tiada tuhan selain Allah, dan bahwa nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah. Perbuatan dengan amal shaleh. Akidah dengan demikian itu mengandung arti bahwa dari orang yang beriman tidak ada rasa dalam hati, atau ucapan di mulut dan perbuatan melainkan secara keseluruhan menggambarkan iman kepada Allah, yakni tidak ada niat, ucapan dan perbuatan yang dikemukakan oleh orang yang beriman itu kecuali yang sejalan dengan kehendak Allah.
 Akidah dalam lisan selanjutnya harus berpengaruh ke dalam segala aktivitas yang dilakukan manusia sehingga berbagai aktivitas tersebut bernilai ibadah. Dalam hubungan ini Yusuf Al-Qardawi mengatakan bahwa iman menurut pengertian yang sebenarnya aialah kepercayaan yang meresap ke dalam hati, dengan penuh keyakinan, tidak bercampur syak dan ragu, serta member pengaruh bagi pandangan hidup, tingkah laku dan perbuatan sehari-hari.

B. Akidah sebagai pedoman bertingkah laku dan berasamal shaleh
 Akidah islam bukan sekedar keyakinan dalam hati, melainkan dalam tahap selanjutnya harus menjadi acuan dan dasar dalam bertingkah laku, serta berbuat pada akhirnya menimbulkan amal shaleh. Ibnu Taimmiyah dalam bukunya “Aqidah Al-Wasithiyah” menerangkan makna akidah dengan suatu perkara yang harus dibenarkan dalam hati, dengan jiwa itu menjadi tenang sehingga jiwa itu menjadi yakin serta mantab tidak dipengaruhi oleh syakwasangka. Sedangkan Syekh Hasan Al-Banan dalam bukunya “Al-‘aqaid” menyatakan akidah sebagai sesuatu yang seharusnya hati membenarkannya sehingga menjadi ketenangan jiwa, yang menjadikan kepercayaan bersih dari kemimbangan dan keragu-raguan.
Kedua pengertian tersebut menggambarkan bahwa ciri-ciri akidah dalam islam adalah sebagai berikut:
a. Akidah didasarkan pada keyakinan hati, karena itu akidah tidak menuntut yang serba rasional, sebab ada masalah tertentu yang tidak rasional dalam akidah
b. Akidah islam sesuai dengan fitrah manusia sehingga pelaksanaan akidah menimbulkan ketentraman .dan ketenangan.
c. Akidah islam diasumsikan sebagai perjanjian dan kokoh, maka dalam pelaksanaan harus penuh keyakinan tanpa disertai kebimbangan dan keraguan.
d. Akidah dalam islam tidak hanya diyakini, lebih lanjut perlu pengucapan dengan kalimat “Thayyibah” (Syahadatain) diamalkan dengan perbuatan yang shaleh.
e. Keyakinan dalam akidah islam merupakan masalah yang supra empirik, maka dalil yang dipergunakan dalam pencaharian kebenaran tidak hanya didasarkan atas indera dan kemampuan manusia, melainkan membutuhkan wahyu yang dibawa oleh para Rasul utusan Allah SWT.

C. Objek Kajian Ilmu Akidah Sebagai Aswaja
Akidah jika dilihat dari sudut pandang sebagai ilmu sesuai konsep Ahlus Sunnah Wal Jamaah meliputi topik-topik: Tauhid, Iman, Islam, masalah ghaibiyyat (hal-hal ghaib), kenabian, takdir, berita-berita (tentang hal-hal yang telah lalu dan yang akan datang), dasar-dasar hokum yang qath’i (pasti), seluruh dasar-dasar agama dan keyakinan, termasuk pula sanggahan terhadap ahlul ahwa’wal bida’ (pengikut hawa nafsu dan ahli bid’ah), semua aliran dan sekte yang menyempal lagi menyesatkan serta sikap terhadap mereka.
Disiplin ilmu akidah ini mempunyai nama lain yang sepadan dengannya, dan nama-nama tersebut berbeda antara ahlu sunnah dengan firqah-firqah (golongan-golongan) lainnya. Penamaan akidah menurut Ahlu sunnah adalah :
1. Al-Iman : Akidah disebut juga dengan al-iman sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Quran dan hadist-hadist Nabi SAW, karena akidah membahas rukun iman yang enam dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Sebagaimana penyebutan al-iman dalam sebuah hadist yang masyhur disebut dengan hadist Jibril AS. Dan para ulama Ahlus Sunnah sering menyebut istilah akidah dengan al-iman dalam kitab-kitab mereka.
2. Aqidah (I’tiqaad dan ‘aqaa-id) : Para ulama Ahlus Sunnah sering menyebut ilmu aqidah dengan istilah ‘Aqidah Salaf : ‘Aqidah Ahlul Atsar dan al-I’tiqaad di dalam kitab-kitab mereka.
3. Tauhid : ‘Akidah dinamakan dengan Tauhid karena pembahasannya berkisar  seputar Tauhid atau penegasan kepada Allah di dalam Rububiyyah, Uluhiyyah, Asma’ wal Shifat. Jadi, tauhid merupakan kajian ilmu akidah yang paling mulia dan merupakan kajian ilmu akidah yang paling mulia dan merupakan tujuan utamanya. Oleh karena itulah ilmu ini disebut dengan ilmu Tauhud secara umum menurut ulama Salaf.
4. As-Sunnah : mempunyai arti jalan, akidah salaf disebut As-Sunnah karena para penganutnya mengikuti jalan yang ditempuh oleh Rasulullah SAW dan para sahabat di dalam masalah akidah. Dan istilah akidah merupakan istilah masyhur pada tiga generasi pertama.
5. Ushuluddin dan Ushuliddiyanah : Usul artinya rukun-rukun iman, rukun-rukun islam dan masalah-masalah yang qath’i serta hal-hal yang telah menjadi kesepakatan para ulama.
6. Al-Fiqhul Akbar : ini merupakan nama lain dari Ushuluddin dan kebalikan dari Al-Fighul Ashgar, yaitu kumpulan hokum-hukum ijtihadi.
7. Asy-Syari’ah : Maksudnya adalah segala sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla dan Rasul-nya berupa jalan-jalan petunjuk, terutama dan yang paling pokok adalah Ushuluddin (masalah-masalah akidah).
Itulah beberapa nama lain dari ilmu akidah yang paling terkenal, dan adakalanya kelompol lain selain Ahlus Sunnah menamakan akidah mereka dengan nama-nama yang dipakai pleh Ahlus Sunnah, seperti sebagian aliran Asyaa’riyah (Asy’ariyyah), terutama para ahli hadist dari kalangan mereka. Penamaan akidah menurut Firqah lainnya seperti :
1. Ilmu Kalam : Penamaan ini dikenal diseluruh kalangan aliran teologis mutakallim (pengagung ilmu kalam), seperti aliran mu’tazilah, asyaa’irah dan kelompok yang sejalah dengan mereka. Nama ini tidak boleh dipakai, karena ilmu kalam itu sendiri merupakan suatu hal yang baru lagi diada-adakan dan mempunyai prinsip taqawwul (mengatakan sesuatu) atas nama Allag dengan tidak dilandasi ilmu. Dan larangan tidak bolehnya nama tersebut dipakai karena bertentangan dengan metodologi ulama salaf dalam menetapkan masalah-masalah akidah.
2. Filsafat : Istilah ini dipakai oleh para filosof dan orang yang sejalan dengan mereka. Ini adalah nama yang tidak boleh dipakai dalam akidah, karena dasar filsafat itu adalah khayalan, rasionalitas, fiktif dan pandangan-pandangan khurafat tentang hal-hal yang ghaib.
3. Tashawwuf : Istilah ini dipakai oleh sebagian kaum Shufi, filosof, orientalis serta orang-orang yang sejalan dengan mereka. Ini adalah nama yang tidak boleh dipakai dalam aqidah karena merupakan penamaan yang baru lagi diada-adakan. Di dalamnya terkandung igauan kaum shufi, klaim-klaim dan pengakuan khurafat mereka yang dijadikan sebagai rujukan dalam akidah.
4. Ilaahiyyat (Teologi) : Kajian akidah dengan metodologi filsafat. Ini adalah nama yang dipakai oleh mutakallim, para filosof, para orientalis dan para pengikutnya. Ini juga merupakan penamaan yang salah sehingga nama ini tidak boleh dipakai karena, yang mereka maksud adalah filsafatnya kaum filosof dan penjelasan-penjelasan kaum mutakallim tentang Allah SWT menurut presepsi mereka.
5. Kekuatan dibalik alam metafisik. Sebutan ini dipakai oleh para filosof dan para penullis barat serta orang-orang yang sejalan dengan mereka. Nama ini tidak boleh dipakai karena, hanya bersandar pada pemikiran manusia semata dan bertentangan dengan A-Quran dan As-Sunnah.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Aqidah menurut bahasa arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu yang berarti ikatan, at-tautsiiqu yang berarti kepercaayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquwwah yang berarti mengikat dengan kuat. Sedangkan menurut istilah (terminologi) aqidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikitpun bagi orang yang meyakininya.
2. Akidah islam bukan sekedar keyakinan dalam hati, melainkan dalam tahap selanjutnya harus menjadi acuan dan dasar dalam bertingkah laku, serta berbuat pada akhirnya menimbulkan amal shaleh. Ibnu Taimmiyah dalam bukunya “Aqidah Al-Wasithiyah” menerangkan makna akidah dengan suatu perkara yang harus dibenarkan dalam hati, dengan jiwa itu menjadi tenang sehingga jiwa itu menjadi yakin serta mantab tidak dipengaruhi oleh syakwasangka. Sedangkan Syekh Hasan Al-Banan dalam bukunya “Al-‘aqaid” menyatakan akidah sebagai sesuatu yang seharusnya hati membenarkannya sehingga menjadi ketenangan jiwa, yang menjadikan kepercayaan bersih dari kemimbangan dan keragu-raguan.
3. Akidah jika dilihat dari sudut pandang sebagai ilmu sesuai konsep Ahlus Sunnah Wal Jamaah meliputi topik-topik: Tauhid, Iman, Islam, masalah ghaibiyyat (hal-hal ghaib), kenabian, takdir, berita-berita (tentang hal-hal yang telah lalu dan yang akan datang), dasar-dasar hokum yang qath’i (pasti), seluruh dasar-dasar agama dan keyakinan, termasuk pula sanggahan terhadap ahlul ahwa’wal bida’ (pengikut hawa nafsu dan ahli bid’ah), semua aliran dan sekte yang menyempal lagi menyesatkan serta sikap terhadap mereka.


DAFTAR PUSTAKA
Abuddin, Nata, 2011 Metodologi Studi Islam, Jakarta: Rajagarafindo
Muhaimin, dkk, 1494, Dimensi-dimensi studi islam, Surabaya: Karya Abditama
Ramayulis, 2008, Ilmu Pendidikan Islam, Surabaya: Kalam Mulia
Zakiyah Daradjat, 1992, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar