Senin, 01 Juli 2019

Model-model Penelitian Hukum Islam

BAB I PENDAHULUAN Fiqih merupakan sebuah cabang ilmu, yang tentunya bersifat ilmiyah, logis dan memiliki obyek dan kaidah tertentu. Fiqih tidak seperti tasawuf yang lebih merupakan gerakan hati dan perasaan. Juga bukan seperti tarekat yang merupakan pelaksanaan ritual-ritual. Pembekalan materi yang baik dalam lingkup sekolah, akan membentuk pribadi yang mandiri, bertanggung jawab, dan memiliki budi pekerti yang luhur. Sehingga memudahkan peserta didik dalam mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi di zaman modern sekarang semakin banyak masalah-masalah muncul yang membutuhkan kajian fiqih dan syari’at. Oleh karena itu, peserta didik membutuhkan dasar ilmu dan hukum Islam untuk menanggapi permasalahan di masyarakat sekitar. Fiqih merupakan bagian dari entitas kehidupaan di dunia islam dan menjadi salah satu subyek dalam pengkajian islam, baik di Indonesia maupun pada umumnya. Fiqih dikembangkan sebagai bidang ilmu dan keahlian, khususnya pada fakultas syariah. Oleh karena itu, fiqih dituntut untuk dikembangkan, agar bidang ilmu itu memiliki makna, bagi pengembangan ilmu dan pengembangan keahlian dan dapat dimanfaaatkan bagi pengembangan kehidupaan manusia. Tujuan pembelajaran Fiqih adalah untuk membekali peserta didik agar dapat mengetahui dan memahami pokok-pokok hukum Islam secara terperinci dan menyeluruh, baik berupa dalil naqli dan dalil aqli melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan benar. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Hukum Islam Hukum Islam menurut ulama ushul ialah doktrin (kitab) syari’ yang bersangkutan dengan perbuatan orang-orang mukallaf, secara perintah atau diperintahkan memilih atau berupa ketetapan (taqrir). Sedangkan menurut ulama fiqh hukum syara ialah efek yang dikehendaki oleh kitab syari’ dalam perbuatan seperti wajib, haram dan mubah. Definisi hukum menurut hukum positif adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib. Pelanggaran terhadap aturan-aturan tersebut berakibat diambilnya tindakan berupa sanksi dengan hukuman tertentu. Sedangkan hukum dalam ruang lingkup pembahasan hukum Islam dapat dibagi dalam kategori syari'at Islam dan fikih Islam. Syari'at Islam diterjemahkan dengan Islamic Law, sedang fikih Islam diterjemahkan dengan Islamic Jurisprudence. Di dalam bahasa Indonesia untuk syari'at Islam sering dipergunakan istilah hukum syari'at atau hukum syara' untuk fikih Islam dipergunakan istilah hukum fikih. AI-Qur'an memperkenalkan satu konsepsi hukum yang bersifat integral, Di dalamnya terpadu antara Sunatullah dengan Sunnah. Sebagaimana terpadu antara aqidah dan moral, terpadunya dengan hukum dalam rumusan yang diajarkan al-Qur'an. Dengan sifatnya yang demikian, maka hukum Islam memiliki kekuatan sendiri yang tidak tergantung pada adanya sesuatu kekuasaan sebagai kekuatan pemaksa dari luar hukum tersebut. B. Sifat dan Karakteristik Hukum Islam Hakikat hukum Islam itu tiada lain adalah syari'ah itu sendiri, yang bersumber dari al-Qur'an, Sunnah Rasul dari al-Ra'yu Doktrin pokok dalam Islam itu sendiri yaitu konsep tauhid merupakan fondasi dalam struktur hukum Islam, yaitu hubungan hablun win Allah (hubungan vertikal), dari hablun Min al-nas (hubungan horizontal), al-anirit bil nia'ruf wa alnahyu al-munkar, taqwa, adil, dan bijaksana serta mendahulukan kewajiban daripada hak dan kewenangan. Sehubungan dengan doktrin di atas, maka terdapat lima sifat dan karakteristik hukum Islam yaitu: 1. Sempurna Syari'at Islam diturunkan dalam bentuk yang umum dari garis besar permasalahan. Oleh karena itu hukum-hukumnya bersifat tetap, tidak berubah-ubah lantaran berubahnya masa dari berlainannya tempat. Untuk hukum-hukum yang lebih rinci, syari'at isi am hanya menetapkan kaedah dan memberikan patokan umum. Penjelasan dan rinciannya diserahkan pada ijtihad pemuka masyarakat. Menurut M. Hasbi AshShiddieciy, salah satu ciri hukum Islam adalah takamul yaitu, lengkap, sempurna dan bulat, berkumpul padanya aneka pandangan hidup. Menurutnya hukum Islam menghimpun segala sudut dan segi yang berbeda-beda di dalam suatu kesatuan karenanya hukum Islam tidak menghendaki adanya pertentangan antara Ushul dengan Furu',tetapi satu sama lain saling lengkap-melengkapi kuat-menguatkan. 2. Elastis Hukum Islam juga bersifat elastis (lentur, Luwes), Ia meliputi Segala bidang dan lapangan kehidupan manusia,. Hukum Islam memperhatikan berbagai segi kehidupan baik bidang muamalah, ibadah, jinayah dan lain-lain. Meski demiklan ia tidak memiliki dogma yang kaku, keras dan memaksa. Hukum Islam hanya memberikan kaidah-kaidah yang mesti dijalankan oleh umat manusia. 3. Universal dan Dinamis. Ajaran Islam bersifat universal. Ia meliputi seluruh alam tanpa tapal batas, tidak dibatasi pada daerah tertentu seperti ruang lingkup ajaranajaran Nabi sebelumnya. Berlaku bagi orang Arab dan orang `Ajam (non Arab). Universalitas hukum Islam ini sesuai dengan pemilik hukum itu sendiri yang kekuasaan tidak terbatas. Di samping itu, hukum Islam mempunyai sifat yang dinamis (cocok untuk setiap zaman). 4. Sistematis Arti dari sistematis adalah saling berhubungan dengan yang lainnya misalnya, perintah shalat dalam al-Qur'an senantiasa diiringi dengan perintah zakat. Dan berulang-ulang Allah berfirman "makan dan minumlah kamu tetapi jangan benlebihan". Dalam hal ini dipahami bahwa hukum Islam melarang seseorang hanya mermuamalah dengan Allah dan melupakan dunia. Manusia diperintahkan mencari rezeki, tetapi hukum Islam melarang sifat imperial dan kolonial kctika mencari rezeki tersebut. 5. Hukum Islam bersifat Ta'aquli dan Ta'abbudi. Sebagaimana dipahami bahwa syari'at Islam mencakup bidang mu'amalah dan bidang ibadah. Dalam bidang ibadah terkandung nilai-nilai ta'abbudil ghairu ma' qulah al ma'na (Irasional), artinya manusia tidak boleh beribadah kecuali dengan apa yang telah disyari'atkan dalam bidang ini, tidak ada pintu ijtihad bagi umat manusia. Sedangkan bidang muamalah, di dalamnya terkadang nilai-nilai ta'aquli/ma’aqulah al-ma’na (rasional). Artinya, umat Islam dituntut untuk berijtihad guna membumikan ketentuan-ketentuan syari'at tersebut. C. Model Penelitian Hukum Islam Model penelitian hukum Islam menurut: 1. Model Penelitian Harun Nasition Sebagai guru besar dalam bidang Teologi dan Filsafat Islam, Harun Nasution juga mempunyai perhatian terhadap Hukum Islam. Penelitiannya dalam bidang Hukum Islam ini ia tuangkan secara ringkas dalam bukunya Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya Jilid II. Melalui penelitiannya secara ringkas namun mendalam terhadap berbagai literatur tentang hukum islam dengan menggunakan pendekatan sejarah, Harun Nasution telah berhasil mendeskripsikan struktur Hukum Islam secara komprehensif, yaitu mulai dari kajian terdapat ayat-ayat hukum yang ada dalam al-Qur’an, latar belakang dan sejarah pertumbuhan dan perkembangan hukum islam dari sejak zaman nabi sampai dengan sekarang, lengkap dengan beberapa mazhab yang ada di dalamnya berikut sumber hukum yang digunakannya serta latar belakang timbulnya perbedaan pendapat. Melalui pendekatan kesejarahan Harun Nasution membagi perkembangan hukum islam ke dalam 4 periode, yaitu: a. Pada periode Nabi Bahwa segala persoalan dikembalikan kepada Nabi untuk menyelesaikannya, maka Nabi lah yang menjadi satu-satunya sumber hukum. Secara langsung pembuat hukum adalah Nabi, tetapi secara tidak langsung Tuhan lah pembuat hukum. Karena hukum yang dikeluarkan Nabi bersumber pada wahyu dari Tuhan. Sumber hukum yang ditinggalkan Nabi untuk zaman-zaman sesudahnya ialah al-Qur’an dan Sunnah Nabi. b. Pada periode Sahabat Nabi Pada periode ini, daerah yang dikuasai islam bertambah luas dan termasuk dalamnya daerah di luar Semenanjung Arabia yang telah mempunyai kebudayaan tinggi dan susunan masyarakat Arabia ketika itu, maka sering dijumpai berbagai persoalan hukum. Untuk itu para sahabat disamping berpegang kepada al-Qur’an dan al-Sunnah juga kepada sunnah para sahabat. c. Pada periode ijtihad serta kemajuan Pada periode ijtihad yang disamakan oleh Harun Nasution dengan periode kemajuan islam I ( 700-1000 M ), masalah hukum yang dihadapi semakin beragam, sebagai akibat dari semakin bertambahnya daerah islam dengan berbagai macam bangsa masuk islam dengan membawa berbagai macam adat istiadat, tradisi,dan sistem kemasyarakatan. Dalam kaitan ini muncullah ahli-ahli hukum mujtahid yang disebut imam atau faqih ( fuqaha) dalam islam, dan pemuka-pemuka hukum ini mempunyai murid. d. Periode taklid serta kemunduran Setelah periode ijtihad dan perkembangan hukum pada periode ijtihad, datanglah periode taklid dan penutupan pintu ijtihad. Di abad ke empat Hijrah (abad kesebelas Masehi) bersamaan dengan mulainya masa kemunduran dalam sejarah kebudayaan islam, berhentilah perkembangan hukum islam. 2. Model Noel J. Coulson Noel J. Coulson menyajikan hasil penelitiannya di bidang hukum islam dalam karyanya berjudul Hukum Islam Dalam Perspektif Sejarah. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis yang menggunakan pendekatan sejarah. Hasil penelitian ini dituangkan dalam tiga bagian, yaitu : a. Bagian pertama, menjelaskan tentang terbentuknya hukum syari’at, yang didalamnya dibahas tentang legalisasi al-Qur’an, praktek hukum di abad pertama islam, akar yurisprudensi sebagai mazhab pertama, imam al-syafi’i. b. Bagian kedua, menjelaskan tentang pemikiran dan praktek hukum islam di abad pertengahan. c. Bagian ketiga, menjelaskan tentang hukum islam di masa modern. Coulson menyatakan bahwa masalah yang dasar saat ini ialah adanya pertentangan antara ketentuan-ketentuan hukum tradisional yang dinyatakan secara kaku di satu pihak, dan tuntutan-tuntutan masyarakat modern di lain pihak. Apabila perjalanan hukum diarahkan agar bisa membentuk dirinya sebagai penjabaran perintah Tuhan, agar tetap menjadi hukum islam, maka tak bisa dibenarkan suatu reformasi yang dimaksudkan guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Ketika berbicara tentang legalisasi al-Qur’an, Coulson mengatakan bahwa prinsip Tuhan adalah satu-satunya pembentuk hukum dan bahwa semua perintah-Nya harus dijadikan kendali utama. Selanjutnya ketika mengemukakan hukum di abad pertama islam, Coulson mengatakan bahwa di bidang hukum muncul keseragaman di satu pihak, dan perbedaan di pihak lain. Menurut Coulson ada dua alasan prinsip di balik keberagaman atau perbedaan ini. Pertama, adalah lazim bahwa masing-masing qadi cenderung menerapkan aturan setempat yang tentu berbeda-beda antara satu daerah dan daerah lainnya. Kedua, wewenang hakim untuk memutus perkara sesuai dengan pendapatnya sendiri untuk maksud apapun, tidak dibatasi. Berdasar pada hasil penelitian tersebut, nampak bahwa dengan menggunakan pendekatan historis, Coulson lebih berhasil menggambarkan perjalanan hukum islam dari sejak berdirinya hingga sekarang secara utuh. Melalui penelitiannya itu, Coulson telah berhasil menempatkan hukum islam sebagai perangkat norma dari perilaku teratur dan merupakan suatu lembaga sosial. Di dalam prosesnya, hukum sebagai lembaga sosial memenuhi kebutuhan pokok manusia akan kedamaian dalam masyarakat. Warga masyarakat tak akan mungkin hidup teratur tanpa hukum, oleh karena norma-norma lainnya tak akan mungkin memenuhi kebutuhan manusia akan keteraturan dan ketentraman secara tuntas. Dalam hukum islam sebagaimana diketahui, misalnya memperhatikan sekali masalah keluarga, karena dari keluarga-keluarga yang baik, makmur dan bahagialah tersusun masyarakat yang baik, makmur dan bahagia. Oleh karena itu keteguhan ikatan kekeluargaan perlu dipelihara, dan disinilah terletak salah satu sebabnya ayat-ayat ahkam mementingkan soal hidup kekeluargaan. Dengan melihat fungsi hukum demikian, maka pengamatan terhadap perubahan sosial harus dijadikan pertimbangan amat penting dalam rangka reformulasi hukum islam. 3. Model Mohammad Atho Mudzhar Dalam rangka penyelesaian program doktornya di Universitas California, Amerika Serikat, tahun 1990, Mohammad Atho Mudzhar menulis disertasi yang isinya berupa penelitian terhadap produk fatwa Majelis Ulama Indonesia tahun 1975-1988. Penelitian disertasinya itu berjudul Fatwas of the counsil of Indonesia Ulama A Study of Islamic Legal Thought In Indonesia 1975-1988. Tujuan dari penelitian yang dilakukannya adalah untuk mengetahui materi fatwa yang dikemukakan Majelis Ulama Indonesia serta latar belakang sosial politik yang melatar belakangi timbulnya fatwa tersebut. Penelitian ini bertolak dari suatu asumsi bahwa produk fatwa yang dikeluarkan MUI selalu dipengaruhi oleh setting sosio kultural dan sosio politik, serta fungsi dan status yang harus dimainkan oleh lembaga tersebut. Produk-produk fatwa Majelis Ulama yang ditelitinya adalah terjadi di sekitar tahun 1975 sampai dengan 1988 pada saat mana Menteri Agama dijabat masing-masing oleh A. Mukti Ali (1972-1978), Alamsyah Ratu Perwiranegara (1978-1983), dan Munawir Sjadzali (1983-1988). Sementara itu Ketua Majelis Ulama Indonesia dijabat oleh K.H Hasan Basri. Hasil penelitian tersebut dituangkan dalam 4 bab, yaitu antara lain : a. Bab pertama, mengemukakan tentang latar belakang dan karakteristik Islam di Indonesia serta pengaruhnya terhadap corak hukum islam. b. Bab kedua, disertasi tersebut mengemukakan tentang Majelis Ulama Indonesia dari segi latar belakang didirikannya, sosio politik yang mengitarinya, hubungan Majelis Ulama dengan pemerintah dan organisasi islam serta organisasi non islam lainnya dan berbagai fatwa yang dikeluarkannya. c. Bab ketiga, penelitian dalam disertasi tersebut mengemukakan tentang isi produk fatwa yang dikeluarkan MUI serta metode yang digunakannya. Fatwa-fatwa tersebut antara lain meliputi bidang ibadah ritual, masalah keluarga dan perkawinan, kebudayaan, makanan, perayaan hari-hari besar agama Nasrani, masalah kedokteran, keluarga berencana, dan aliran minoritas dalam islam. d. Bab keempat, adalah berisi kesimpulan-kesimpulan dari studi tersebut, dimana yang dinyatakan bahwa fatwa MUI dalam kenyataannya tidak selalu konsisten mengikuti pola metodologi dalam penetapan fatwa sebagaimana dijumpai dalam ilmu fikih. Dengan memperhatikan uraian tersebut, terlihat bahwa bidang penelitian Hukum Islam yang dilakukan Atho Mudzhar termasuk penelitian uji teori atau uji asumsi (hipotesa) yang dibangun dari berbagai teori yang terdapat dalam ilmu sosiologi hukum. Dengan demikian, hukum islam baik langsung maupun tidak langsung masuk ke dalam kategori ilmu sosial. Hal ini sama sekali tidak mengganggu kesucian dan kesakralan al-Qur’an yang menjadi sumber hukum islam tersebut, sebab yang dipersoalkan disini bukan mempertanyakan relevan dan tidaknya al-Qur’an tersebut, tetapi yang dipersoalkan adalah apakah hasil pemahaman terhadap ayat-ayat al-Qur’an, khususnya mengenai ayat-ayat ahkam tersebut masih sejalan dengan tuntutan zaman atau tidak. Keharusan menyesuaikan hasil pemahaman ayat-ayat al-qur’an yang berkenaan dengan hukum tersebut dengan perkembangan zaman perlu dilakukan. Karena dengan cara inilah makna kehadiran al-Qur’an secara fungsional dapat dirasakan oleh masyarakat. BAB III KESIMPULAN A. Pengertian dan Karakteristik Hukum Islam Hukum Islam adalah hukum yang berwatak, ia mempunyai karakteristik yang berbeda dengan ilmu hukum lainnya, Karakter tersebut merupakan ketentuan-ketentuan yang tidak berubah-ubah,yaitu dimana hukum Islam takamul (sempurna), wasatiyah (seimbang, harmonis), harakah (bergerak dan berkembang sesuai dengan perkembangan zaman). 1. Model Penelitian Hukum Islam Model penelitian hukum Islam menurut: a. Model Harun Nasition Melalui pendekatan kesejarahan Harun Nasution membagi perkembangan hukum islam ke dalam 4 periode, yaitu: 1) Pada periode Nabi 2) Pada periode sahabat Nabi 3) Pada periode ijtihad serta kemajuan 4) Periode taklid serta kemunduran 2. Model Noel J. Coulson Hasil penelitian ini dituangkan dalam tiga bagian, yaitu : d. Bagian pertama, menjelaskan tentang terbentuknya hukum syari’at. e. Bagian kedua, menjelaskan tentang pemikiran dan praktek hukum islam di abad pertengahan. f. Bagian ketiga, menjelaskan tentang hukum islam di masa modern. 3. Model Model Mohammad Atho Mudzhar Tujuan dari penelitian yang dilakukannya adalah untuk mengetahui belakang sosial politik yang melatar belakangi timbulnya fatwa tersebut. DAFTAR PUSTAKA Ali, Mohammad Daud. Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia . Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993. Ash-Shiddieu, M. Hasbi. Falsafah Hukum Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1993. Nasution, Harun. Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya . Jakarta: Universitas Indonesia, 1979. Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2003. Yahya, Mukhtar dan Fathurrahman. Dasar – Dasar Pembinan Hukum Islam. Bandung : Al- Ma’arif, 1986.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar