Selasa, 23 Juli 2019

Etika Jual Beli - Tafsir Ekonomi

BAB I
PENDAHULUAN
Kecurangan dalam menakar dan menimbang ini telah merajalela dalam masyarakat sehingga mereka tidak pernah memenuhi takaran yang sebenarnya kepada pembeli. Salah satu cara yang ditempuh adalah menggunakan takaran besar saat pedagang membeli barang-barang dari orang lain, dan menggunakan takaran kecil saat ia menjual kembali kepada konsumen, atau anak timbangannya dikurangi beratnya. Perilaku tidak terpuji ini bagi sementara orang dianggap sah-sah dan dengan cara ini pula dapat meraut keuntungan berlipat ganda dalam waktu singkat. Padahal keuntungan yang diperoleh dengan cara ini tidak terpuji dan akan merusak mekanisme pasar dan transaksi jual beli serta menjatuhkan harga dirinya karena ketidakjujuran yang dilakukan. Karena itu Allah SWT mengutuk perilaku ini celaka.
Penyempurnaan takaran dan timbangan oleh ayat di atas dinyatakan baik dan lebih bagus akibatnya. Ini karena penyempurnaan takaran dan timbangan melahirkan rasa aman, ketentramann dan kesejahteraan hidup bermasyarakat. Kesemuanya dapat tercapai melalui keharmonisan hubungan antar anggota masyarakat, antara lain bisa masing-masing memberi apa yang berlebih dari kebutukhannya dan menerima yang seimbang dengan haknya. Inii tentu saja memerlukan rasa aman menyangkut alat ukur, baik takaran maupun timbangan. Maka dari itu, dalam Al-Quran ayat 152 ini bahwa menyempurnakan dan keharusan menyempurnakan timbangan serta takaran sangat diutamakan sehingga Allah SWT beberapa banyak kali menyebutkan perintah atau anjuran dalam Al-Quran. Di dalam makalah ini mencoba untuk membantu mempermudah pemahaman tentang timbangan dan takaran yg telah tercantum dalam Al-Quran.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Etika Jual Beli Al Anam 152
وَ لَا تَقۡرَبُوۡا مَالَ الْيَتِيْمِ اِلاَّ بِالَّتِی هِيَ اَحْسَنُ حَتّٰی يَبْلُغَ اَشُدَّهُۚ
Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa.
وَ اَوۡفُوا الۡکَیۡلَ وَ الۡمِیۡزَانَ بِالۡقِسۡطِ ۚ
Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil.
لَا نُکَلِّفُ نَفۡسًا اِلَّا وُسۡعَہَا ۚ
 Kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya.
 وَ اِذَا قُلۡتُمۡ فَاعۡدِلُوۡا وَ لَوۡ کَانَ ذَا قُرۡبٰی ۚ وَ بِعَہۡدِ اللّٰہِ اَوۡفُوۡا ؕ ذٰلِکُمۡ وَصّٰکُمۡ بِہٖ لَعَلَّکُمۡ تَذَکَّرُوۡنَ
Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.

B. Tafsir Perkata
ARTI KOSA KATA
Dan janganlah kamu mendekati وَلَا تَقْرَبُوا
Harta anak yatim مَالَ الْيَتِيمِ
Kecuali dengan cara yang إِلَّا بِالَّتِي هِيَ
Lebih bemanfaat اَحْسَنُ
Sampai dia mencapai يَبْلُغَ حَتَّىٰ
(usia) dewasa أَشُدَّهُ
Dan semprnakanlah وْفُواوَاَ
Takaran الْكَيلَ
Dan timbangan وَالمِيْزَانَ
Dengan adil بِالۡقِسۡطِ
Kami tidak membebani لِّفُلَانُكَ
Seseorang فْسًانَ
Melainkan menurut kesanggupannya سْعَهَاوُاِلَّا
Apabila kamu berbicara وَاِذَاقُلْتُمْ
Maka bicaralah sejujurnnya فَاعْدِلُوْا
Sekalipun dia وَلَوْكَنَ
Kerabatmu دَاقُرْبٰیۚ
Dan diatas janji Allah وَبِعَهْدِﷲ
Penuhilah اَوْفُوْاۗ
Demikianlah ذٰلِكُمْ
Dia memerintahkan kepadamu وَصّٰكُمْ بِه
Agar kamu لَعَلَّكُمْ
Ingat تَذَكَّرُوْنَ

Atha’ bin as-Saib mengatakan dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Ketika Allah swt. menurunkan: wa laa taqrabuu maalal yatiimi illaa bil latii Hiya ahsan (“Dan janganlah kamu dekatt harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat.”) Dan juga ayat yang artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara dhalim.” (QS. Al-Nisaa’: 10).

Maka orang-orang yang memiliki anak yatim langsung bergerak memisahkan makanan mereka dari makanannya (anak yatim), minuman mereka dari minumannya, lalu mereka menyisakan sesuatu dan menyimpan untuknya hingga ia (anak yatim tersebut) memakannya atau rusak. Maka hal itu semakin membuat mereka keberatan. Kemudian mereka mengemukakan hal itu kepada Rasulullah saw, lalu Allah menurunkan ayat yang artinya:
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah: ‘Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik. Dan jika kamu mencampuri mereka, maka mereka adalah saudaramu.” (QS. Al-Baqarah: 220). Kemudian Ibnu `Abbas berkata, ‘Maka mereka pun mencampurkan makanan mereka dengan makanan anak-anak yatim, dan minuman mereka dengan minuman anak yatim.’” (HR Abu Dawud).
Firman-Nya: hattaa yablugha asyuddaHu (“Hingga sampai mereka dewasa”) mengenai hal ini, asy-Sya’bi, Malik, dan beberapa ulama salaf mengatakan: “Yaitu sampai mereka bermimpi basah.”
Firman-Nya: wa auful kaila wal miizaana bilqisthi (“Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil.”) Allah memerintahkan menegakan keadilan dalam memberi dan mengambil, sebagaimana Allah telah mengancam orang-orang yang mengabaikannya melalui firman-Nya yang artinya:
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang (Yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang itu yakin bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar. (Yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Rabb semesta alam?” (QS. Al-Muthaffifiin: 1-6).
Dan Allah telah membinasakan suatu umat yang mengurangi takaran dan timbangan. Mereka adalah penduduk negeri Madyan, umat Nabi Syu’aib as.
Firman Allah: laa nukallifu nafsan illaa wus’aHaa (“Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya.”) Dengan pengertian, barangsiapa berusaha keras untuk menunaikan dan memperoleh haknya, lalu dia melakukan kesalahan setelah dia menggunakan seluruh kemampuannya dan mengerahkan seluruh usahanya, maka tidak ada dosa baginya.
Firman-Nya: wa idzaa qultum fa’diluu wa lau kaana dzaa qurbaa (“Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat [mu].”) Adalah sama seperti firman-Nya yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah.” (QS. Al-Maa-idah: 8).
Ayat yang serupa juga terdapat pada surat an-Nisaa’, yang di dalamnya Allah merintahkan untuk berbuat adil, baik dalam perbuatan maupun ucapan, baik kepada kerabat dekat maupun jauh. Dan Allah memerintahkan berbuat adil kepada setiap orang kapan dan di mana saja.
Firman-Nya: wa bi ‘aHdillaaHi aufuu (“Dan penuhilah janji Allah.”) Ibnu Jarir berkata: “Penuhilah semua pesan Allah yang dipesankan kepada kalian.” Pemenuhannya adalah dengan senantiasa mentaati semua perintah dan larangan-Nya, serta melaksanakan ketentuan yang terdapat dalam Kitab-Nya dan Sunnah Rasul-Nya. Demikian itulah pemenuhan janji Allah.”
Dzaalikum washshaakum biHii la’allakum tadzakkaruun (“Yang demikian itu diperintahkan Allah kepada kamu agar kamu ingat.”) Allah berfirman, inilah yang Aku pesankan dan perintahkan serta tekankan kepada kalian. La’allakum tadzakkaruun (“Agar kamu ingat.”) Yaitu, agar kalian mengambil pelajaran dan berhenti dari yang kalian lakukan sebelum ini.
Sebagian ulama membacanya dengan tasydid pada huruf dzal (tadzdzakkaruun) sedangkan Mama lainnya membacanya dengan takhfif (tadzakkaruun).

C. Asbabun Nuzul
وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّى يَبْلُغَ أَشُدَّهُ وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى وَبِعَهْدِ اللَّهِ أَوْفُوا ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ (152)
Dan janganlah kalian dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa Dan sempurna¬kanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang, melainkan sekadar kesanggupannya Dan apabila kalian berkata, maka hendaklah kalian berlaku adil kendati pun dia adalah kerabat (kalian), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepada kalian agar kalian ingat.

Ata ibnus Saib telah meriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa ketika Allah menurunkan firman-Nya: Dan janganlah kalian dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat. (Al-An'am: 152) dan firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara aniaya. (An-Nisa: 10), hingga akhir ayat. Maka semua orang yang di dalam asuhannya terdapat anak yatim pulang, lalu memisahkan makanannya dari makanan anak yatim, dan memisahkan minumannya dari minuman anak yatim, sehingga akibatnya ada makanan yang lebih, tetapi tetap dipertahankan untuk anak yatim, hingga si anak yatim memakannya atau dibiarkan begitu saja sampai basi. Hal ini terasa amat berat oleh mereka, kemudian mereka mengadukan hal itu kepada Rasulullah Saw. Lalu turunlah firman Allah SWT: Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah, "Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kalian menggauli mereka, maka mereka adalah saudara kalian.” (Al-Baqarah: 220) Akhirnya mereka kembali mencampurkan makanan dan minuman mereka dengan makanan dan minuman anak-anak yatim mereka.
Demikianlah menurut riwayat Imam Abu Daud.

Firman Allah Swt.:
{حَتَّى يَبْلُغَ أَشُدَّهُ}
hingga sampai ia dewasa. (Al-An'am: 152)

Asy-Sya'bi dan Imam Malik serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah hingga si anak yatim mencapai usia balig. Menurut As-Saddi, hingga si anak yatim mencapai usia tiga puluh tahun. Menurut pendapat yang lainnya sampai usia empat puluh tahun, dan menurut pendapat yang lainnya lagi sampai usia enam puluh tahun. Akan tetapi, semuanya itu jauh dari kebenaran.
Firman Allah Swt.:
{وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ}
Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. (Al-An'am: 152)
Surat Al An’aam (binatang ternak : unta, sapi, biri-biri dan kambing) yang terdiri atas 165 ayat, termasuk golongan surat Makkiyyah, karena hampir seluruh ayat-ayatnya diturunkan di Mekah dekat sebelum hijrah.
Dinamakan Al An’aam karena di dalamnya disebut kata “An’aam” dalam hubungan dengan adat istiadat kaum musyrikin, yang menurut mereka binatang¬ binatang temak itu dapat dipergunakan untuk mendekatkan diri kepada tuhan mereka. Ayat 152 masih meneruskan apaapa yang diharamkan Allah seperti, memakan harta anak yatim kecuali dengan cara yang dibenarkan Allah, curang dalam takaran dan timbangan, tidak adil dalam berkata atau bersaksi dan tidak menepati janji dengan Allah. Semua itu adalah ketetapan Allah agar kaum musyrikin itu mendapat peringatan

D. Kandungan
Janganlah kamu mendekati harta anak yatim'seperti melakukan hal-hal yang mengarah kepada pengambilan hartanya dengan alasan yang dibuat-buat'kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat dan lebih menguntungkan'seperti menginvestasikannya agar berkembang, atau menjaga agar keutuhannya terjamin, termasuk juga membayar zakatnya jika telah mencapai satu nisab'sampai dia mencapai usia dewasa. Usia dewasa ditandai ketika anak yatim telah mampu mengelola hartanya sendiri dengan baik, dengan cara mengujinya terlebih dahulu. Pada saat inilah seorang pengelola harta anak yatim diperintahkan untuk menyerahkan hartanya itu. Pada saat penyerahan, perlu disaksikan oleh saksi yang adil sebagai pertanggungjawaban administrasi. Segala benih kecenderungan untuk mengambil harta anak yatim harus dicegah sejak awal kemunculannya. Wasiat berikutnya, ketujuh, dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Tidak boleh merekayasa untuk mengurangi takaran atau timbangan dalam bentuk apa pun. Namun demikian, karena untuk tepat 100 % dalam menimbang adalah sesuatu yang sukar, maka kami tidak membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya, agar jangan sampai hal itu menyusahkan kedua belah pihak: pembeli dan penjual. Penjual tidak diharuskan untuk menambahkan barang yang dijual, melebihi dari kewajibannya, pembeli juga perlu berlega hati jika ada sedikit kekurangan dalam timbangan karena tidak disengaja. Ayat ini menunjukkan bahwa agama islam tidak ingin memberatkan pemeluknya.
Wasiat kedelapan, apabila kamu berbicara, seperti pada saat bersaksi atau memutuskan hukum terhadap seseorang, bicaralah sejujurnya. Sebab, kejujuran dan keadilan adalah inti persoalan hukum. Kejujuran dan keadilan harus tetap dapat kamu tegakkan sekalipun dia, yang akan menerima akibat dari hukuman tersebut, adalah kerabat-Mu sendiri. Keadilan hukum dan kebenaran adalah di atas segalanya. Jangan sampai keadilan hukum terpengaruh oleh rasa kasih sayang terhadap keluarga. Semua itu bertujuan agar masyarakat bisa hidup damai, tenang, dan tenteram. Wasiat kesembilan, dan penuhilah janji Allah, yaitu janji untuk mematuhi ketentuan yang digariskan oleh-Nya, baik dalam bidang ibadah, muamalah, maupun lainnya. Memenuhi janji ini akan mendatangkan kebaikan bagi manusia. Demikianlah Dia meme-rintahkan kepadamu agar kamu ingat dengan melakukan apa yang diperintahkan dan menghindari segala larangan, atau agar kamu sekalian saling mengingatkan. Allah menjelaskan bahwa semua perintah dan larangan yang telah disebut dua ayat sebelum ini adalah jalan kebenaran yang harus diikuti. Jika tidak, maka akan menimbulkan petaka dalam kehidupan. Inilah wasiat yang kesepuluh: dan sungguh, inilah jalan-ku yang lurus, yaitu agama islam yang diridai Allah dengan semua kelengkapan ajarannya, mulai dari akidah, kekeluargaan, dan kemasyarakatan. Maka ikutilah jalan ini, karena inilah jalan yang benar yang bisa memberikan jaminan kebahagiaan dan ketenteraman hidup di dunia dan di akhirat. Jangan kamu ikuti jalan-jalan yang lain seperti agama-agama selain islam, kelompok-kelompok yang mengajarkan ajaran yang menyimpang dan sesat yang akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Setan terus berusaha untuk membelokkan manusia dari jalan lurus ini dengan segala cara. Demikianlah dia memerintahkan kepadamu agar kamu bertakwa dengan selalu menjaga diri agar jangan sampai celaka, yaitu dengan melaksanakan ajaran islam dengan baik dan benar, baik itu kewajiban atau larangan. Inilah bentuk kasih sayang Allah kepada manusia agar mereka bahagia.
Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I



BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
“Dan janganlah kalian dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa Dan sempurna¬kanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang, melainkan sekadar kesanggupannya Dan apabila kalian berkata, maka hendaklah kalian berlaku adil kendati pun dia adalah kerabat (kalian), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepada kalian agar kalian ingat.”
Maka orang-orang yang memiliki anak yatim langsung bergerak memisahkan makanan mereka dari makanannya (anak yatim), minuman mereka dari minumannya, lalu mereka menyisakan sesuatu dan menyimpan untuknya hingga ia (anak yatim tersebut) memakannya atau rusak. Maka hal itu semakin membuat mereka keberatan. Atha’ bin as-Saib mengatakan dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Ketika Allah swt. menurunkan: wa laa taqrabuu maalal yatiimi illaa bil latii Hiya ahsan (“Dan janganlah kamu dekatt harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat.”)
Janganlah kamu mendekati harta anak yatim'seperti melakukan hal-hal yang mengarah kepada pengambilan hartanya dengan alasan yang dibuat-buat'kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat dan lebih menguntungkan'seperti menginvestasikannya agar berkembang, atau menjaga agar keutuhannya terjamin, termasuk juga membayar zakatnya jika telah mencapai satu nisab'sampai dia mencapai usia dewasa. Usia dewasa ditandai ketika anak yatim telah mampu mengelola hartanya sendiri dengan baik, dengan cara mengujinya terlebih dahulu.
Demikianlah Dia meme-rintahkan kepadamu agar kamu ingat dengan melakukan apa yang diperintahkan dan menghindari segala larangan, atau agar kamu sekalian saling mengingatkan. Allah menjelaskan bahwa semua perintah dan larangan yang telah disebut dua ayat sebelum ini adalah jalan kebenaran yang harus diikuti. Jika tidak, maka akan menimbulkan petaka dalam kehidupan. 
Daftar Pustaka

www.ibnukatsironline.com/2015/05/tafsir-surat-al-anam-ayat-152.html?m=1.

https://risalahmuslim.id/quran/al-an-aam/6-152/.

https://tafsirweb.com/2276-surat-al-anam-ayat-152.html.

Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I, 25.

https://tafsirkemenag.blogspot.com/2014/10/tafsir-surah-al-anam-152.html.

Zubdatut Tafsir / Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah

Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia



Tidak ada komentar:

Posting Komentar