Minggu, 07 Juli 2019

Kondisi Agama Awal Masuk Islam Di Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Agama di Indonesia yang penyiarannya cepat dan dinamis salah satunya adalah agama Islam. Hal ini disebabkan karena Islam disampaikan dengan jalan damai serta ajaran-ajaran yang terkandung didalamnya bersifat terbuka dan tidak memberatkan. Ketika Islam datang, sebenarnya kepulauan Nusantara sudah mempunyai peradaban yang bersumber kebudayaan asli pengaruh dari peradaban Hindu-Budha dari India, yang penyebaran pengaruhnya tidak merata. Walaupun demikian, Islam dapat cepat menyebar. Islam tersebar ke seluruh Indonesia melalui beberapa saluran diantaranya perdagangan, dakwah, perkawinan, pendidikan, tasawuf dan tarekat, serta kesenian. Dalam perjalanannya, Islam memberikan pengaruh bagi Nusantar baik dalam bidang agama, politik maupun sosial.
Ditengah proses Islamisasi,datang para pedagang barat yang ingin membawa nafsu kolonialisme bidang ekonomi-politik, mereka ingin menaklukkan kerajaan-kerajaan Islam dan menguasai Nusantara menggunakan kekerasan, terutama dengan teknologi persenjataan yang lebih unggul. Itulah sebab sejak abad XVI M Nusantara mulai kehilangan kemerdekaan dan sejak saat itu Islam menjadi lambing perlawanan menghadapi kolonialisme. 


B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana teori kedatangan Islam di Indonesia?
2. Bagaimanakah sejarah awal masuknya Islam di Indonesia?
3. Bagaimana kondisi agama dan kekuatan politik pada masa kolonialisme?


BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori Masuknya Islam Ke Indonesia
Kedatangan Islam di Indonesia dilakukan secara damai. Berbeda dengan penyebaran islam di Timur Tengah yang dalam beberapa kasus disertai dengan pendudukan wilayah oleh militer Muslim. Islam dalam batas tertentu disebarkan oleh pedagang. kemudian dilanjutkan oleh para guru agama (da’i) dan pengembara sufi. Orang yang terlibat dalam kegiatan dalam kegiatan dakwah pertama itu tidak bertendensi apapun selain bertanggung jawab menunaikan kewajiban tanpa pamri, sehingga nama mereka berlalu begitu saja. Tidak ada catatan sejarah atau prasasti pribadi yang sengaja dibuat mereka untuk mengabdukan peran meraka, ditambah lagi wilayah Indonesia yang sangat luas dengan perbedaan kondisi dan situasi. Oleh karena itu, terdapat beragam pendapat mengenai kapan, dari mana, dan dimana pertama kali islam datang ke Nusantara.
Pendapat pertama menurut Zainal Arifin Abbas, agama islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7M(684 M). Pada tahun itu pemimpin seorang pemimpin Arab datang ke Tiongkok, dan ia telah mempunyai pengikut dari Sumatra utara. Pendapat  kedua menurut Hamka, agama islam masuk ke Indonesia pada tahun 674 M. Berdasarkan catatan Tiongkok, katika itu ada seorang utusan Raja Arab yang bernama Ta Cheh (kemungkinan Muawiyah Bun Abi Sufyan) datang ke kerajaan Ho Ling (Kaling/ Kalingga) untuk membuktikan keadilan, kemakmuran, dan keamanan pemerintah Ratu Shima di jawa. Pendapat ketiga menurut Juneid Parinduri yang menyatakan bahwa agama islam masuk ke Indonesia pada tahun 670 M. Sebab, di Barus Tapanuli ditemukan sebuah makam berangka Haa-Miim yang berarti tahun 670 M. Pendapat  keempat pada saat seminar di Medan tentang masuknya islam ke Indonesia tanggal 17-20 Maret 1963, yang berkesimpulan bahwa islam masuk ke Indonesia pada abad ke-1 H atau abad ke-7 M, langsung dari Arab, sedangkan daerah pertama yang didatangi ialah pesisir Sumatra.
Waktu kapan islam masuk ke Indonesia masih ada perbedaan pendapat, berikut beberapa teori mengenai masuknya Islam di Indonesi, yaitu:
1. Teoti Gujarat
Teori ini merupakan teori tertua yang menjelaskan tentang masuknya Islam di Nusantara. Dinamakan Teori Gujarat, karena bertolak dari pandangannya yang menyatakan bahwa islam masuk ke Nusantara berasal dari Gujarat, pada abad ke-13 M, dan pelakunya adalah pedagang India Muslim. Bukti- bukti dari teori ini yaitu:
a. Bukti batu Nisan Sultan pertama kerajaan Samudra Pasai, yakni Malik As-Shaleh yang wafat pada tahun 1297. Relif nisan tersebut bersifat Hinduistis yang mempunyai kesamaan dengan  nisan yang terdapat di Gujarat.
b. Adanya kenyataan bahwa agama Islam disebarkan melalui jalan dagang antara Indonesia- Cambai (Gujarat)- Timur Tengah- Eropa.
2. Teori Mekkah
Teori ini dicetuskan oleh Hamka, ia lebih menguatkan teorinya dengan mendasarkan pandangannya pada peranan bangsa Arab sebagai pembawa agama Islam ke Indonesia, kemudian diikuti oleh orang Persia dan Gujarat. Gujarat dinyatakan sebagai tempat singgah semata, dan Mekkah sebagai pusat, atau Mesir sebagai tempat pengambilan ajaran Islam. 
Hamka menolak pendapat yang mengatakan bahwa islam baru masuk abad 13, karena kenyataannya di Nusantara pada abad itu telah berdiri suatu kekuatan politik Islam, maka sudah tentu Islam masuk jauh sebelumnya yakni abad ke 7 (670 M) atau pada abad pertama Hijriyah.
Pendapat ini juga di dukung oleh Juned Periduri yang berkesimpulan bahwa agama Islam pertama kali masuk pada abad ke-7. Hal ini didasarkan pada penyelidikan sebuah makam Syeikh Mukaiddin di Tapanuliyang berangka tahun 48 H (670 M).
Pada 674 M telah terdapat perkampungan perdagangan Arab Islam di pantai Barat Sumatra, bersumber dari berita Cina kemudian berita cina ini ditulis kembali oleh T.W. Arnold (1896), J.C van Leur (1955) dan Hamka (1958). Timbulnya perkampungan perdagangan Arab Islam ini karena ditunjang oleh kekuatan laut Arab.
Dari keterangan tentang peranan bangsa Arab dalam dunia perniagaan seperti diatas, kemudian dikuatkan dengan kenyataan sejarah adanya perkampungan Arab Islam dipantai barat Sumatra di abad ke-7, maka terbukalah kemungkinan peranan bangsa Arab dalam memasukkan Islam ke Nusantara.
3. Teori Persia
Pencetus teori P.A Hoesein Djajaningrat. Terori ini meneranangkan bahwa agama islam yang masuk ke Nusantara berasal dari Persia, yang singgah ke Gujarat, sedangkan waktunya sekitar abad 13. Teori ini menitikberatkan tinjauan kepada kebudayaan yang hidup dikalangan masyarakat islam Indonesia yang di rasakan memiliki persamaan dengan Persia. Diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Peringatan 10 Muharam atau Asyura sebagai hari peringatan atas syahidnya Husein.
b. Adanya kesamaan ajaran antara Syekh Siti Jenar dengan ajaran Sufi Iran,Al-Hallaj. Meskipun Al-hallaj telah meninggal dunia tahun 310 H atau 922 M, tetapi ajarannya berkembang terus dalam bentuk puisi, sehingga memungkinkan Syekh Siti Jenar yang hidup pada abad ke 16 dapat mempelajarinnya.
Namun, secara garis besar pendapat tentang teori masuknya islam Indonesia dibagi menjadi sebagai berikut:
a. Pendapat pertama dipelopori oleh sarjana-sarjan orientalis Belanda, diantaranya Snouck Hurgronje yang berpendapat bahwa islam datang ke Indonesia pada abad ke-13 dari Gujarat (Bukan dari Arab langsung) dengan bukti ditemukannya makam sultan yang beragama isalm pertama Malik As-Sholih, raja pertama kerajaan Samudra pasai yang dikatakan berasal dari Gujarat.
b. Pendapat kedua dikemukakan oleh sarjan-sarjana Muslim, diantaranya Prof. Hamka, yang mengadakan “Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia” di Medan tahun 1963, Hamka dan teman-temanya berpendapat bahwa Islam sudah datang ke Indonesia pada abad pertama Hijriyah (abad ke-7 sampai 8 M ) langsung dari Arab dengan bukti jalur pelayaran yang ramai dan bersifat Internasional sudah mulai jauh sebelum abad ke-13 (yaitu sudah ada sejak abad ke-7 M), melalui selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di Cina(Asia Timur), Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah di Asia Barat.
c. Sarjana muslim kontemporer seperti Taufik Abdullah mengkompromikan kedua pendapat tersebut. Menurut pendapatnya memang benar Islam sudah datang ke Indonesia sejak abad pertama Hijriyah atau abad ke-7 atau 8 M, tetapi baru dianut para pedagang Timur Tengah di pelabuhan-prelabuhan. Barulah Islam masuk secara secara besar-besaran dan mempunyai kekuatan politik pada abad ke-13 dengan berdirinya kerajaan Samudra Pasai. Hal ini terjadi akibat arus balik kehancuran Baghdad menyebabkan pedagang muslim mengalihkan aktivitas perdagangan ke Asia Selatan, Asia Timur dan Asia Tenggara. 

Berdasarkan beberapa analisis diatas, terdapat titik temu mengenai teori–teori masuknya Islam ke Indonesia yang dapat disimpulkan bahwa Islam masuk dan berkembang melalui jalan damai (infiltrasi kultural ) dan islam tidak mengenal adanya misi, sebagaimana yang dijalankan oleh kalangan Kristen dan Katolik.
B. Sejarah Awal Masuknya Islam di Indonesia
Istilah “sejarah ”menurut Sayid Quthub, bukan diartikan sebagai peristiwa-peristiwa masa lampau, melainkan tafsiran peristiwa-peristiwa dan pengertian mengenai hubungan-hubungan nyata dan tidak nyata, yang menjalin seluruh bagian serta memberinya dinamisme dalam waktu dan tempat. Dalam perspektif demikian, sejarah tidak bisa terlepas dari faktor pemahaman sang penafsir sejarah, konteks ruang dan waktu, dan peristiwa-peristiwa terkait ketika sejarah tersebut dipublikasikan. Oleh karena itu, sering terdapat perbedaan-perbedaan substansial pada penulisan sejarah, baik nama tokoh, penyebutan tempat, penulisan tahun, bahkan narasi kejadian yang menjadi fakta cerita pada setiap adegannya.
Bersamaan dengan para pedagang, datang pula da’i-da’I dan musafir-musafir sufi. Melalui jalur pelayaran itu pula mereka dapat berhubungan dengan pedagang dari negeri-negeri di ketiga bagian bebua Asia. Hal tersebut memungkinkan terjadinya hubungan timbal balik, sehingga terbentuklah perkampungan masyarakat muslim. Pertumbuhan perkampungan ini makin meluas sehingga perkampungan itubtidak hanya bersifat ekonomis, tetapi membentuk struktur pemerintahan dengan mengangkat Meurah Silu, kepala suku Gampung Samudra menjadi Sultan Malik As-Shalih. 
Dari paparan diatas dapat dijelaskan bahwa tersebarnya Islam ke Indonesia adalah melalui saluran-saluran sebagai berikut:
a. Perdagangan yang mempergunakan sarana pelayaran.
b. Dakwah yang dilakukan oleh mubalig yang berdatangan bersama para pedagang. Para mubalig itu bisa jadi juga para sufi pengembara.
c. Perkawinan, yaitu perkawinan antara pedagang muslim mubalig dengan anak bangsawan Indonesia. Hal ini akan mempercepat terbentuknya inti sosial, yaitu keluarga muslim dan masyarakat muslim. Dengan perkawinan itu secara tidak langsung orang muslim tersebut status sosialnya dipertinggi dengan sifat charisma kebangsawanan. Lebih-lebih apabila pedagang besar menikah dengan putri raja, maka keturunanya akan menjadi pejabat birokrasi, putra mahkota kerajaan, syahbandar, qadi, dan lain-lain .
d. Pendidikan, setelah kedudukan para pedagang mantap, mereka menguasai kekuatan ekonomi di Bandar-bandar seperti gresik. Pusat-pusat perekonomian itu berkembang menjadi pusat pendidikan dan penyebaran Islam.  Pusat-pusat pendidikan dan dakwah Islam dikerajaan Samudra Pasai berperan sebagai pusat dakwah pertama yang didatangi pelajar-pelajar dan mengirim mubalig local, diantaranya mengirim Maulana Malik Ibrahim ke jawa. Selain  menjadi pusat-pusat pendidikan, yang disebut pesantren, dijawa juga merupakan markas penggemblengan kader-kader politil. Misalnya, Raden Fatah, raja islam pertama Demak, adalah santri pesantren Ampel Denta: Sunan Gunung Jati dengan Syaikh Dzatu Kahfi: Maulana Hasannuddin yang diasuh ayahnya Sunan Gunung Jati yang kelak menjadi sultan Banten pertama.
e. Tasawuf dan tarekat, sudah diterangkan bahwa bersamaan dengan pedagang, datang pula para ulama, da’I dan sufi pengembara. Para ulama atau sufi itu ada yang kemudian diangkat menjadi penasihat dan atau pejabat agama dikerajaan. Di Aceh ada Syaikh Hamzah Fansuri, Syamsuddin Sumantrani, Nuruddin Ar- Raniri, Abd. Rauf Singkel. Demikian juga kerajaan-kerajaan di jawa mempunyai penasihat yang bergelar wali, yang terkenal adalah walisongo.



Para sufi menyebarkan Islam melalui dua cara:
1. Dengan membentuk kader mubalig, agar mampu mengajarkan serta menyebarkan agama Islam didaerah asalnya.
2. Melalui karya-karya tulis yang tersebar dan dibaca diberbagai tempat.
f. Kesenian
Saluran yang banyak sekali dipakai untuk penyebaran Islam terutama dijawa adalah seni. Walisongo, terutama sunan Kalijaga, mempergunakan banyak cabang seni untuk islamisasi, seni arsitektur, gamelan, wayang, nyanyian, dan seni busana.
Sedangkan menurut Uka Tjandrasasmita, saluran islamisaasi yang berkembang ada enam yaitu, saluran perdagangan, perkawinan, saluran tasawuf, saluran pendidikan, saluran kesenian, dan saluran politik. 
C. Agama dan Kekuatan Politik Masa Kolonialisme
Semakin waktu berlalu, Islam semakin berkembang menjadi agama yang besar. Namun, pada perkembangannya, Islam di Indonesia sedikit mengalami hambatan, hal ini dikarenakan adanya kedatangan bangsa-bangsa Barat ke Bumi Nusantara untuk mencari kekayaan, kejayaan, dan menyebarkan agama atau yang biasa disebut “Gold, Glory,and Gospel”, yang pada akhirnya menimbulkan kesengsaraan yang dikarenakan kolonialisme yang dilakukan bangsa barat tersebut. Sehingga hal tersebut menimbulkan banyak masalah politik, terutama politik Islam  dalam perkembangan Islam di Indonesia sendiri.
Islam juga mampu memecahkan masalah-masalah politik. Masalah politik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan kekuasaan, pemerintahan, lembaga-lembaga, dan proses politik, hubungan internasional, dan tata pemerintahan.  Pada masa awal Islamisasi Nusantara, Sultan dibantu oleh ulama yang menjadi penasihatnya menggunakan agama sebagai sarana untuk memperkuat diri dan menghadapi pihak-pihak atau kerajaan yang bukan Islam, terutama yang mengancam kehidupan politik, ekonomi(perdagangan), dan keagamaan.
Pada abad ke-16, tepatnya tahun 1596, seorang belanda bernama Cornelis de Hotman datang ke Indonesia tepatnya kedaerah Banten dengan tujuan untuk mencari rempah-rempah sehingga para bangsawan belanda banyak yang datang ke Indonesia. Agar tidak terjadi persaingan tidak sehat antara sesama pedagang Belanda dan memperkuat posisi Belanda dalam menghadapi persaingan bangsa-bangsa Eropa lainnya, maka dibentuklah VOC(vereenigde Oost-Indische compagnie) yang dipimpin seorang Gubernur jendral, Pieter Both pada tahun 1602.
Pada tahun 1755 VOC berhasil menjadi pemegang hemegomoni politik pulau jawa dengan perjanjian Giyanti, karena itu raja jawa kehilangan politiknya. Bahkan kewibawaan raja sangat tergantung kepada VOC. Campur tangan kolonial terhadap kehidupan keraton makin meluas, sehingga ulama-ulama keraton sebagai penasihat raja-raja tersingkir. Rakyat kehilangan kepemimpinan, sementara penguasaan kolonial sangat menghempit kehidupan mereka. Eksploitasi hasil bumi rakyat untuk kepentingan pemerintah kolonial belanda merajalela, penggusuran dan perampasan tanah milik rakyat untuk pemerintah semakin digalakkan. Raja-raja tradisional jarang membantu rakyat, bahkan setelah mendapat gaji mereka memihak kepada tuannya(Belanda). Rakyat ketakutan dan kesulitan menghadapi penindasan. Ini terjadi sampai abad ke-14. Dalam kondisi seperti ini rakyat mencari pemimpin nonformal (para ulama, kiai atau bangsawan) yang masih memperhatikan mereka. Pusat kekuatan politik berpindah dari istana ke luar, yaitu ke wilayah-wilayah yang jauh dari istana, salah satunya ke pesantren-pesantren yang kemudian menjadi basis perlawanan.
Makin berkuasanya pemerintah kolonial menyebabkan penderitaan yang semakin berat dikalangan rakyat karena VOC mengeksploitasi hasil bumi rakyat secara besar-besaran untuk diri mereka sendiri. Dalam kondisi seperti itu rakyat bergabung kepada pemimpin kepada pemimpin Nonformal para kiai, ulama dan bangsawan yang menggalang rakyat untuk melawan dan berjuang atas nama agama. Perjuangan-perjuangan dengan cara tradisional tidak membuahkan hasil dalam mengusir penduduk jepang sehingga para pejuang Islam membentuk suatu organisasi diantaranya adalah gerakan Muhamadiyah yang dipelopori oleh K.H. Ahmad Dahlan yang ingin kembali kepada sumber asli Al-quran dan Hadis, serta gerakan Nahdatul Ulama yang dipelopori oleh K.H. Hasyim Asyari yang menutikberatkan kepada kemurniaan Madzhab. Namun pada dasarnya mereka sama-sama ingin menjadikan Islam sebagai “landasan ideologis” dan selanjutnya menjadikan Islam sebagai sarana untuk mengangkat harkat diri berhadapan dengan kekuasaan kolonial. Keterlibatan ulama dalam politik hamper sama yuanya dengan sejarah peradaban Islam. Hal ini disebabkan Islam sebuah agama tidak hanya mengajarkan tata cara ibadah untuk kecenderungan akhirat belaka, tetapi juga mengajarkan tata cara bermuamalah, berinteraksi social dalam urusan dunia. Islam banyak mengajarkan nilai dan norma-norma dalam bermasyarakat dan bernegara, baik dalam lingkup local maupun internasional.




BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kedatangan Islam di Indonesia dilakukan secara damai. Islam dalam batas tertentu disebarkan oleh pedagang. Pendapat pertama menurut Zainal Arifin Abbas, agama islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7M(684 M). Pendapat  kedua menurut Hamka, agama islam masuk ke Indonesia pada tahun 674 M. Waktu kapan islam masuk ke Indonesia masih ada perbedaan pendapat, berikut beberapa teori mengenai masuknya Islam di Indonesi, yaitu: Teori Gujarat, Teori Mekkah dan Teori Persia.
2. Istilah “sejarah ”menurut Sayid Quthub, bukan diartikan sebagai peristiwa-peristiwa masa lampau, melainkan tafsiran peristiwa-peristiwa dan pengertian mengenai hubungan-hubungan nyata dan tidak nyata, yang menjalin seluruh bagian serta memberinya dinamisme dalam waktu dan tempat. Dapat dijelaskan bahwa tersebarnya Islam ke Indonesia adalah melalui saluran-saluran sebagai berikut: Perdagangan yang mempergunakan sarana pelayaran, Dakwah yang dilakukan oleh mubalig yang berdatangan bersama para pedagang, Perkawinan, Pendidikan, Tasawuf dan tarekat dan Kesenian.
3. Semakin waktu berlalu, Islam semakin berkembang menjadi agama yang besar. Namun, pada perkembangannya, Islam di Indonesia sedikit mengalami hambatan, hal ini dikarenakan adanya kedatangan bangsa-bangsa Barat ke Bumi Nusantara, Islam juga mampu memecahkan masalah-masalah politik. Pada abad ke-16, tepatnya tahun 1596, seorang belanda bernama Cornelis de Hotman datang ke Indonesia tepatnya kedaerah Banten dengan tujuan untuk mencari rempah-rempah. Pada tahun 1755 VOC berhasil menjadi pemegang hemegomoni politik pulau jawa dengan perjanjian Giyanti, Bahkan kewibawaan raja sangat tergantung kepada VOC. Makin berkuasanya pemerintah kolonial menyebabkan penderitaan yang semakin berat dikalangan rakyat karena VOC mengeksploitasi hasil bumi rakyat secara besar-besaran untuk diri mereka sendiri.


DAFTAR PUSTAKA
Muzakki, Hawwin dan Khoirul Mudawinun Nisa’,  Sejarah Peradaban Islam Periode Klasik-Modern, Ponorogo: CV. Nata Karya, 2017
 Sunanto, Musyrifah. Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007
 Yatim, Badri. Sejarah perdapan Islam Dirasah Islamiyah II, Jakarta: PT. Rajagravindo persada, 2008
Tjandrasasmita,Uka. Sejarah Nasional III, Jakarta: Dapertemen Pendidikan dan kebudayaan, 1976
A.Hasymy. Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, Bandung: Al Maarif, 1981
Aizid, Rizem. Sejarah peradaban islam terlengkap, Yogjakarta: DIVA press, 2015
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar