Selasa, 09 Juli 2019

Dasar Ijtihad Dan Syarat Menjadi Mujtahid

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumber Ajaran islam secara sederhana dapat dikatakan sebagai usahauntuk mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan ajaran Islam. Dengan perkataan lain “usah sadar dan sistematis untukmengetahui dan memahami serta membahas secara mendalam tentang seluk-beluk atau hal-hal yang berhubungan dengan agama islam, baik berhubungn dengan ajaran, sejarah maupun praktik-praktik pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang sejarahnya.”
Usaha mempelajari agama islam tersebut dalam kenyataannya bukan hanya dilaksanakan oleh kalangan umat islamsaja, melainkan juga dilaksanakan oleh orang-orang di luar kalangan umat Islam. Studi keislaman di kalangan umat islam sendiri tentunya sangat berbeda tujuan dan motivasi nya dengan yang dilakukan oleh orang-orang di luar kalangan umat islam.
Di kalangan umat Islam sumber ajaran agama Islam bertujuan untuk memahami dan mendalami serta membahas ajaran-ajaran Islam agar mereka dapat melaksanakan dan mengamalkannya dengan benar. Sedangkan di luar kalangan diluar kalngan umat islam, sumber ajaran islam bertujuan untuk mempelajari selik beluk agama dan praktik-praktik keagamaan yang berlaku didalam umat islam, yang semata-mata sebagai ilmu pengetahuan (islamologi). Namun sebagai mana hanya dengan ilmu-ilmu pengetahuan pada umumnya, maka ilmu pengetahuan tentang seluk- beluk agama dan praktik-praktik keagamaan islam tersebut bisa dimanfaatkan atau digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu, baik yang bersifat positif maupun negatif.
Kenyataannya sejarah menunjukkna (terutama setelah “masa keemasan islam”dan islam sudah memasuki”masa kemundurannya”) bahwa pendekatan ajaran islam yang mendominasi kalangan umat islam lebih bersifat cenderung  bersifat subjektif, apologi, dan doktrin, serta menutup diri terhadap pendekatan yang dilakukan orangyang bersifat objektif dan rasional. Makalah ini aya susun untuk mengetahui bagayana cara menentukan sebuah keputusan dengan menggunakan dali8l-dalil yang pastidan sesuai dengan Al-Quran dan sunnah Rasulullah SAW.
Berdasarkan paparan latar belakang makalah ini, bertujuan untuk memaparkan tentang (1) Pengertian Ijtihad Sebagai Sumber Ajaran Agama Islam (2) Dasar-Dasar Ijtihad (3) Syarat-Syarat Mujtahid (4) Ijtihad Sebagai Sumber Dinamika.



BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN IJTIHAD SEBAGAI SUMBER AJARAN AGAMA ISLAM
Secara etimologi ijtihad berasal dari kata jahda yang berarti Al-masyaqoh (yang sulit yang susah). Namun dalam Al-Qur’an kata jahdah sebagaimana dalam Qs. An-Nahl: 38, an-Nur: 53, fathir: 42 semuanya mengandung arti badzl al-wus’i wa thaqati (pengarahan segala kesanggupan dan kekuatan) atau juga berarti al-mubalaghoh fi al-yamin (berlebih-lebihan dalam sumpah).
Al-Zubaidi berpendapat bahwa kata juhda dan jahda mempunyai arti kekuatan dan kesanggupan, sedang bagi Ibnu Katsir jahdah yag berarti sulit, berlebih-lebihan atau bahkan tujuan, sedang said al-taftani memberikan arti ijtihad dengan tahmil al-juhdi (kearah yang membutuhka kesungguhan) kendati semua arti itu, maka ijtihad adalah pengerahan segala ke sanggupan dan kekuatan untuk memperoleh apayang dituju sampai pada batas puncaknya.
Ibrahim hosen mengidentikkan (muradif) maka al-ijtihad dengan al-istinbath. Istinbath berasal dari kata nabath(air yang mula-mula memancar dari sumur yang digali). Dengan demikian, menurut bahasa,arti istinbath sebagai padanan dari ijtihad ialah “mengeluarkan sesuatu dari persembunyiannya. ”
Pada mayoritas ulama fiqih, ijtihad adalah pengerahan segenap terhadap kesanggupan oleh seorang ahli fiqih atau mujtahid untuk memperoleh pengertian tingkat zhan mengenai hukum syarak. Dalam definisi ini terdapat perkataan untuk memperoleh pengertian tingkat zhan mengenai hukum syara’amali, ialah hukum yang berhubungan dengan tingkah laku dan perbuatan manusia yang lazim disebut dengan hukum taklifi. Dengan demikian, ijtihad tidak untuk mengeluarkan hukum syara’ amali yang setatusnya qath’i. 
Menurut para ulamak ijtihad ialah mencurahkan segala kemampuan berfikir untuk mengeluarkan hukum syar’i dari dalil-dalil syara’, yaitu Al-Quran dan As-Sunnah. Orang-orang yang mampu menetapkan hukum suatu peristiwa dengan jalan ini disebut MUJTAHID.
B. DASAR-DASAR IJTIHAD
Dasar-dasar Mazhab Syafi'i dapat dilihat dalam kitab ushul fiqh Ar-Risalah dan kitab fiqh al-Umm. Di dalam buku-buku tersebut Imam Syafi'i menjelaskan kerangka dan prinsip mazhabnya serta beberapa contoh merumuskan hukum far'iyyah (yang bersifat cabang). Dasar-dasar mazhab yang pokok ialah berpegang pada hal-hal berikut.
1. Al-Quran
Al-Qur’an tafsir secara lahiriah, selama tidak ada yang menegaskan bahwa yang dimaksud bukan arti lahiriahnya. Imam Syafi'i pertama sekali selalu mencari alasannya dari Al-Qur'an dalam menetapkan hukum Islam. Di antara ayat yang menjadi dasar bagi ijtihad adalah firman Allah ta’ala :

يَا أَيـُّها الَّذ َ ين َ آمنُ ِ وا أَطيعُوا اللَّهَ َو ِ أَطيعُ َّ وا الرُس َ و ِ أُولي ْ الأمِر ِمْنكم فَإِ ْن َتنازْعتُم ِفي َشيٍء َ فـُرُّدوه إِلى اللَّه َو َّ الرُسول إِن ُكنْتُ ْم تـُؤِمنُون بِاللَّه َوالْيـْوِم

الآخِر ذَلِك َخْيـٌر َو ْ أَحسن تَأْويلا
Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya) dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berkelainan pendapat tentang sesutu, maka kembalikan dia kepada Allah (Al-quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. Qs. An-Nisaa:59.
Dalam ayat tersebut mengindikasikan akan adanya ijtihad yang harus dilalukan oleh manusia. Selain itu ayat lain menyebutkan “waamruhum syurâ bainahum”, kata “syura” dalam ayat tersebut mngandung arti pembahasan segala sesuatu untuk menentukan hukum syat’i pada setiap permasalahan dengan merujuk pada dalil yang terdapat pada nash ataupun tidak. Halini tidaklain merupakan sebuah ijtihad. Begitu juga dengan perkataan Rasul yang menyebutkan bahwa Allah akan mengutus seorang pembaharu agama pada umat islam.
2. As-Sunnah
As-Sunnah artinya "arus yang lancar dan mudah" atau "jalur aliran langsung") dalam Islam mengacu kepada sikap, tindakan, ucapan dan cara rasulullah menjalani hidupnya atau garis-garis perjuangan (tradisi) yang dilaksanakan oleh rasulullah.
Sunnah merupakan sumber hukum kedua dalam Islam, setelah Al-Quran. Narasi atau informasi yang disampaikan oleh para sahabat tentang sikap, tindakan, ucapan dan cara rasulullah disebut sebagai hadis. Sunnah yang diperintahkan oleh Allah disebut sunnatullah(hukum alam). Dari Rasulullah SAW kemudian digunakan jika tidak ditemukan rujukan dari Al-Quran. Imam Syafi'i sangat kuat pembelaannya terhadap sunnah sehingga dijuluki Nashir As-Sunnah (pembela Sunnah Nabi).
3. Ijmak’
Ijma’ merupakan kesepakatan para ulama’ dalam menetapkan sesuatu hukum-hukum dalam agama berdasarkan al-Qur’an dan hadist dalam suatu yang terjadi. Atau kesepakatan para Sahabat Nabi, yang tidak terdapat perbedaan pendapat dalam suatu masalah. Ijma' yang diterima Imam Syafi'i sebagai landasan hukum adalah ijma' para sahabat, bukan kesepakatan seluruh mujtahid pada masa tertentu terhadap suatu hukum, karena menurutnya hal seperti ini tidak mungkin terjadi.
4. Qias
Qias (bahasa Arab: qiyas) artinya menggabungkan atau menyamakan artinya menetapkan suatu hukum suatu perkara yang baru yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalah sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama. Dalam Islam, Ijmak dan Kias sifatnya darurat, bila memang terdapat hal hal yang ternyata belum ditetapkan pada masa-masa sebelumnya.
Qiyas yang dalam Ar-Risalah disebut sebagai ijtihad, apabila dalam ijma' tidak juga ditemukan hukumnya. Akan tetapi Imam Syafi'i menolak dasar istihsan dan istislah sebagai salah satu cara menetapkan hukum Islam.
C. SYARAT-SYARAT MUJTAHID
Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan syarat yang harus dimiliki oleh seorang meujtahid. Mujtahid adalah orang yang mampu melakukan ijtihad melalui istimbath (mengeluarkan hukumdari sembur hukun syariat) dan tatbiq (penerapan hukum dari sumber hukum syariat) dan tatbiq (penerapan hukum). Di samping itu akan menyebutkan syarat bagi seorang mujtahi terlebih dahulu kita harus mengetahui tentang rukun ijtihad tersebut, adapun rukun ijtihad yaitu sebagai berikut:
a) al-Waqi’ yaitu adanya khusus yang terjadi atau diduga akan terjadi tidak direrangkan oleh nash.
b) Mujtahidialah orang yang melakukan ijtihad dan mempunyai kemampuan untuk berijtihad dengan syarat-syarat tertentu.
c) Mujtahid fill ialah hukum-hukum syariah yang bersifat amali (taklifi).
d) Dalil syara’ untuk menentukan suatu hukum mujtahid fill.

Dalam menentukan syarat-syarat seorang mujtahid terdapat banyak perbedaan atau pendapat dari beberapa pemikir islam diantaranya, Abu Hamid Bin Muhammad al-Gazali. Menurutnya, syarat-syarat bagi seorang seorang mujtahid harus mempunyai kriteria: pertama mengetahui syarat serta hal-hal yang berkaitan dengannya. Kedua, adil dan tidak melakukan maksiyat yang dapat merusak keadilannya.
Menurut Fahir al-Din Muhammad bin Umar bin al-Husain al-Rozi, syarat-syaratnya yaitu mukallaf, mengetahui makna-makna lafaz dan rahasia, mengetahui keadaan mukhattab yang merupakan senab pertama terjadinya peritah atau larangan, mengetahui keadaan lafaz, apakah memiliki qorinah atau tidak.
Sedangkan menurut Abu Ishak Bin Musa al-Syatibi yaitu syarat-syarat mujtahid ada tiga yaitu:
a. Memahami tujuan-tujuan syara.
b. Mampu melakukan penetapan hukum.
c. Memahami bahasa arab dan ilmu-ilmu yang berhubungan dengannya.
Seseorang yang mengetahui bidang fiqih tidak bisa sampai ketingkat mujtahid keculi dengan memenuhi beberapa syarat, sebagai persyaratan itu ada yang telah disepkati dan sebagian lain masih di perbolehkan.

D. IJTIHAD SEBAGAI SUMBER DINAMIKA
Umat islam  dihadapkan kepada sejumlah peristiwa keyakinan yang menyangkut berbagai aspek kehidupan. Peristiwa-peristiwa itu memerlukan penyeleseaian seksama, lebih-lebih untuk kasus yang tidak tegas ditunjukkan oleh nash. Selain it, tantangan umat sekarang ada dua macam, taqlid kepada barat dan taqlid kepada masalalu. Taqlid kepada barat muncul karena ketidakmampuan dalam membedakan antara modemisasi dan cara hidup barat. Sedangakan taqlid kepada masalalu muncul karena ketidak mampuan dalam membedakan antara syariah yang merupakan wahyu dan pandangan fuqaha masalalu tentang syariat itu. Melihat persoalan-persoalan di atas, umat islam di tuntut untuk keluar dari kemelut itu , yaitu dengan melakukan ijtihad . oleh karna itu, ijtihad menjadi sangat penting meskipun tidak bisa di lakukan oleh setiap orang . adapun kepentingannya itu di sebabkan oleh hal – hal berikut.
1. jarak antara kita dengan masa tasyri semakin jauh .
2. syari’at disampaikamn dalam Al-Quran dan as-sunnah secara kmprehensif memerlukan penela’ahan dan pengkajian yang sungguh-sungguh.
Dilihat dari fungsinya, Ijtihad berperan sebagai penyalur kreatifitas pribadi atau kelompok dalam merespon peristiwa yang dihadapi sesuai dengan pengalaman mereka. Disamping itu, Ijtihad pun memberi tafsiran kembali atas perundang-undangan yang sifatnya sesuai dengan syarat-syarat yang berlaku pada masanya dengan tidak melanggar prinsip-prinsip umum, dalil-dalil kully dan muqasid al-syari`ah yang merupakan aturan-aturan pengaruh dalam hidup.
Ijtihad juga berperan sebagai interpreter terhadap dalil-dalil yang zhannial-wurud dan zhanni ad-dalalah. Penjelasan terhadap dalil-dalil tersebut merupakan kerja Ijtihad dalam rangka menyelesaikan persoalan kehidupan manusia yang senantiasa berubah dalam nuansa perkembangan. Ijtihad diperlukan untuk menumbuhkan kembali ruh Islam yang dinamis menerobos kejumudan dan kebekuan, memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari ajaran Islam, mencari pemecahan Islami untuk masalah-masalah kehidupan kontemporer. Ijtihad juga saksi bagi keunggulan Islam atas agama-agama lainnya (ya`lu walaa yu`la `alaihi).



PENUTUP
KESIMPULAN
A. Pengertian Ijtihad Sebagai Sumber Ajaran Agama Islam
Menurut para ulamak ijtihad ialah mencurahkan segala kemampuan berfikir untuk mengeluarkan hukum syar’i dari dalil-dalil syara’, yaitu Al-Quran dan As-Sunnah. Orang-orang yang mampu menetapkan hukum suatu peristiwa dengan jalan ini disebut MUJTAHID.
B. Dasar-Dasar Ijtihad
Dasar-dasar Mazhab Syafi'i dapat dilihat dalam kitab ushul fiqh Ar-Risalah dan kitab fiqh al-Umm. Di dalam buku-buku tersebut Imam Syafi'i menjelaskan kerangka dan prinsip mazhabnya serta beberapa contoh merumuskan hukum far'iyyah (yang bersifat cabang). Dasar-dasar mazhab yang pokok ialah Al-Quran, As-Sunnah, ijma’, dan kiyas.
C. Syarat-Syarat Mujtahid
a. al-Waqi’ yaitu adanya khusus yang terjadi atau diduga akan terjadi tidak direrangkan oleh nash.
b. Mujtahidialah orang yang melakukan ijtihad dan mempunyai kemampuan untuk berijtihad dengan syarat-syarat tertentu.
c. Mujtahid fill ialah hukum-hukum syariah yang bersifat amali (taklifi).
d. Dalil syara’ untuk menentukan suatu hukum mujtahid fill.
D. Ijtihad Sebagai Sumber Dinamika
Ijtihad berperan sebagai penyalur kreatifitas pribadi atau kelompok dalam merespon peristiwa yang dihadapi sesuai dengan pengalaman mereka. Disamping itu, Ijtihad pun memberi tafsiran kembali atas perundang-undangan yang sifatnya sesuai dengan syarat-syarat yang berlaku pada masanya dengan tidak melanggar prinsip-prinsip umum, dalil-dalil kully dan muqasid al-syari`ah yang merupakan aturan-aturan pengaruh dalam hidup.



DAFTAR PUSTAKA
al-Zuhaili Wahbah, Ushul al-Fiqhi al-Islami, Suriya, Dar al-Fikr, 1986
Al-Bahr, Kitab Ushul Fiqh ''Ar-Risalah''Bandung: Al-Muhid, 1996
Abd Wafi Has, “ Ijtihad Sebagai Alat Pemecah Masalah Umat Islam,” Episteme, 2(2013),
Abd. Hakim, Atang dan Jaih Mubarok. 2014.Metodologi Studi Islam. Cetakan XV. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Syarif Nadiyah al-Umari, al-ijtihad fi al-islam Beirut: Muassasah Risalah,1981
Yahya Mukhtar,Fiqih-Islami, Bandung,Al-Ma’arif,1993

Tidak ada komentar:

Posting Komentar