Minggu, 30 Juni 2019

Organisasi Politik

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Partai politik adalah organisasi politik yang menjalani ideologi tertentu atau dibentuk dengan tujuan khusus. Bisa juga didefinisikan, perkumpulan segolongan orang-orang yang seasas, sehaluan, setujuan di bidang politik. Baik yang berdasarkan partai kader atau struktur kepartaian yang dimonopoli oleh sekelompok anggota partai yang terkemuka. Atau bisa juga berdasarkan partai massa, yaitu partai politik yang mengutamakan kekuatan berdasarkan keunggulan jumlah anggotanya.
Memperhatikan dalam kondisi dinamika partai politik pasca era reformasi, terdapat banyaknya permasalahan yang ditimbulkan dari internal partai politik itu sendiri. Banyaknya permasalahan yang ditimbulkan dari anggota-anggota partai politik dalam pemerintahan, menimbulkan respon yang sangat serius dari masyarakat itu sendiri sebagai pengamat dan analisis terhadap dinamika politik secara tidak langsung. Permasalahan internal di dalam partai politik menjadi suatu kaitan dari yang dijelaskan sebelumnya menjadi puncaknya.
Dari latar belakang diatas penulis akan mengkaji mengenai organisasi politik dengan rumusan masalah: 1) Pendiri, tokoh, visi, misi dan program Partai Bulan Bintang, 2) Pendiri, tokoh, visi, misi dan program Partai Keadilan Sejahtera.


BAB II
PEMBAHASAN
A. Partai Bulan Bintang
1. Pendiri dan Tokoh
Partai Bulan Bintang (PBB) adalah sebuah partai politik Indonesia berasaskan Islam dan juga sebagai partai penerus Masyumi yang pernah berjaya pada masa Orde Lama. Partai Bulan Bintang didirikan pada 17 Juli 1998. Latar belakang berdirinya Partai Bulan Bintang (PBB) adalah partai Islam di Indonesia yang mempunyai landasan dalam memperjuangkan ajaran-ajaran Islam yang berlaku Universal dan bersifatRahmat Li Al’Amin (Rahmat Bagi Sekalian Alam) sebagaimana tertera dalam Al-Qur’an QS Al-Anbiyã’: 107 yang artinya “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”
Universalisme ajaran Islam yang diusung oleh Partai Bulan Bintang yaitutentang asas keadilan, kejujuran, kebenaran, pemihakan kepada kaum yang lemah dan tertindas, penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia apapun agama yang mereka peluk.  Partai Bulan Bintang didirikan oleh Yusril Ihza Mahendra dan kawan-kawan dimasa reformasi, merupakan penerus partai Masyumi yang pernah jaya dimasa awal revolusi. Partai Bulan Bintang dikatakan sebagai penerus partai Masyumi karena pada tahun 1989 keluarga besar Partai Bulan Bintang membentuk Forum Ukhuwah Islamiyah (FUI), forum ini berfungsi sebagai wadah silaturahmi tokoh Islam yang kebanyakan adalah para simpatisan partai Masyumi. Sejalan dengan masa Orde Baru yang penguasanya cenderung anti politik Islam, dimana pada masa ini keinginan untuk mendirikan partai Islam pun dipendam,yang pada akhirnya angin reformasi berhembus semakin kuat, maka FUI bertekad untuk mendirikan sebuah partai Islam.
Berdirinya Partai Bulan Bintang tentu saja karena adanya orang-orang hebat yang mempunyai semangat keislaman yang tinggi, dimana mereka inginmemperjuangkan Partai Bulan Bintang agar bisa berdiri dan eksis dalam perpolitikan Indonesia. Tercatat lebih dari 50 pendiri partai ini diantaranya adalah:  Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, SH, Dr. Anwar Harjono, SH, H. Hartono Mardjono, SH, H. Malem Sambat Kaban, SE, M. Si, Drs. H. Anwar Sanusi, Drs. H. M. Cholil Badawi, Eggi Sudjana, SH. M. Si, Abdurrahman Tardjo, SH, Masroer Anhar, Drs. Inting Chomsin, H. Sumargono (Alm), Mohamad Soleiman (Alm), Anwar Shaleh, H. Zainoedin Steind Gumay, M. Suaib Didu, Arifin Agule dll.

2. Visi, Misi dan Program
Visi dari Partai Bulan Bintang yaitu:
a. Mewujudkan kehidupan masyarakat Indonesia yang Islami.
b. Tegakkan Keadilan & Kepastian Hukum.
c. Bela Umat, Bela Ulama, Bela Islam, Bela Rakyat, Bela NKRI.
Sedangkan Misi dari Partai Bulan Bintang yaitu, membangun masyarakat dan bangsa Indonesia yang beriman dan bertaqwa, maju, mandiri, berkepribadian tinggi, cerdas, berkeadilan, demokratis dan turut menciptakan perdamaian dunia berdasarkan nilai-nilai Islam.
Dengan demikian, Partai Bulan Bintang menawarkan sebuah platformperjuangan yang mengkombinasikan dan mengintegrasikan antara keislaman dan keindonesiaan. Upaya membumikan ajaran Islam dalam konteks kehidupan dalam pengertian luas, diwujudkan dengan upaya politiknya yang demikian gigih untuk memperjuangkan syariat Islam di dalam amandemen konstitusi.
Program-program khusus yang dikembangkan Partai Bulan Bintang, diantaranya meliputi:
1. Kenegaraan atau Pemerintahan
a. Dalam negeri:
- Memberdayakan/memfungsikan lembaga legislatif, dengan cara memperjelas ruang lingkup dan kewenangan serta memisahkan kedudukan ketua MPR dan DPR.
- Mengembangkan otonomi daerah yang diperluas dan berimbang.
- Mengupayakan pemilihan Presiden RI secara langsung oleh rakyat.
- Membangun budaya politik yang berakhlakul karimah.
b. Luar negeri:
- Tetap konsisten dengan prinsip politik luar negeri bebas aktif dengan tetap berdasarkan ideologi negara yang dijiwai oleh nilai-nilai Islam.
- Meningkatkan kerjasama yang baik dan saling menguntungkan, terutama dengan negara-negara tetangga dan negara-negara Islam di seluruh dunia.
- Menentang segala bentuk kolonialisme, arogansi, penindasan dan dominasi dari negara-negara manapun.
2. Pertahanan dan Keamanan
- Memperjuangkan pemisahan yang tegas antara Polri dengan TNI, dan menempatkan Polri di lingkungan Departemen Kehakiman RI serta memperjuangkan pemisahan jabatan Menteri Pertahanan dan Keamanan dengan jabatan Panglima TNI.
- Menghapuskan dwifungsi TNI dan TNI dikembalikan pada fungsi pertahanan dan keamanan atau kepada fungsi profesionalismenya.
- Menghapuskan keberadaan TNI di DPR dan menempatkan TNI saat ini, hanya di MPR.
- Memperkuat pertahanan dan keamanan di bidang kelautan (maritim) untuk melindungi kepentingan Indonesia mengingat Indonesia sebagai negara kepulauan.
3. Pengembangan Sumber Daya Manusia
- Mengembangkan Sumber Daya Manusia yang benar-benar menghargai waktu.
- Mengembangkan Sumber Daya Manusia yang profesional dan siap menghadapi tantangan masa depan yang berat.
- Mengembangkan Sumber Daya Manusia yang memiliki integritas, kepribadian dan ber-akhlakul kharimah.
- Mengembangkan Sumber Daya Manusia yang mempunyai etos kerja tinggi.
4. Ekonomi
Program di bidang ekonomi yang akan diperjuangkan Partai Bulan Bintang adalah ekonomi yang berasaskan pemerataan dan keadilan. Untuk mewujudkan program tersebut program yang akan dilaksanakan oleh Partai Bulan Bintang di antaranya adalah sebagai berikut:
- Pemerataan kesempatan berusaha secara adil bagi seluruh rakyat Indonesia.
- Meningkatkan kegiatan ekonomi di daerah.
- Menghilangkan faktor-faktor yang dapat menimbulkan distorsi di bidang ekonomi, seperti: monopoli, monopsoni, oligopoli, kartel dan sebagainya.
- Memajukan bidang pertanian, peternakan dan perikanan.
- Pembangunan ekonomi yang bertumpu pada resources (sumber daya). 

B. Partai Keadilan Sejahtera
1. Pendiri dan Tokoh
Partai Keadilan Sejahtera yang disingkat menjadi PK Sejahtera merupakan partai berasaskan Islam yang pendiriannya terkait dengan pertumbuhan dakwah Islam semenjak awal tahun delapan puluhan. Partai ini menjunjung tinggi perlindungan, pemenuhan dan penegakan hak asasi manusia. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) resmi didirikan di Jakarta pada hari sabtu tanggal 20 April 2002 atau bertepatan dengan 7 Shafar 1423 H. PKS didirikan oleh sekelompok anak bangsa yang memiliki cita-cita luhur, yaitu menegakkan keadilan dan mensejahterakan masyarakat.
Islam menjadi asas dari partai baru ini. Tercatat lebih dari 50 pendiri partai ini, di antaranya adalah Hidayat Nur Wahid, Luthfi Hasan Ishaq, Salim Segaf Aljufri dan Nur Mahmudi Ismail. Nur Mahmudi Ismail kemudian menjadi Presiden Partai Keadilan, sedangkan Hidayat Nur Wahid duduk sebagai Ketua Majelis Pertimbangan Partai. Kemudian Partai ini deklarasikan pada tanggal 9 Agustus 1998 di Masjid Al Azhar, Kebayoran Baru Jakarta, dengan dihadiri oleh sekitar 50.000 massa.
Dengan demikian maka visi dan misi partai tidak bergeser dari khittah PK dan kalaupun ada perbedaan hanya dalam bentuk redaksional dan teknisi semata. Atas dasar kesamaan visi dan misi tersebut, musyawarah Majelis Syura Partai Keadilan ke-XIII yang berlangsung di Wisma Haji, Bekasi, pada 17 April 2003, memutuskan Partai Keadilan menggabungkan diri dengan Partai Keadilan Sejahtera.

2. Visi, Misi dan Program
Visi Partai Keadilan Sejahtera mempunyai visi yang dibagi menjadi dua bagian, yaitu visi umum dan visi khusus. Visi umum Partai Keadilan Sejahtera adalah: “Sebagai Partai Dakwah Penegak Keadilan Dan Kesejahteraan Dalam Bingkai Persatuan Umat Dan Bangsa.”
Sedangakan Visi Khususnya adalah: “Partai Berpengaruh Baik Secara Kekuatan Politik, Partisipasi, Maupun Opini Dalam Mewujudkan MasyarakatIndonesia Yang Madani.”
Adapun misi Partai Keadilan Sejahtera, yaitu:
1. Menyebarluaskan Dakwah Islam dan mencetak kader-kadernya sebagai pembawa perubahan (anashir taghyir).
2. Mengembangkan institusi-institusi kemasyarakatan yang Islami diberbagai bidang sebagai pusat solusi (markaz taghyir).
3. Membangun opini umum yang Islami dan iklim yang mendukung bagi penerapan ajaran Islam yang solutif dan membawa rahmat.
4. Membangun kesadaran politik masyarakat, melakukan pembelaan, pelayanan dan pemberdayaan hak-hak kewarganegaraannya.
5. Menegakkan amar ma’ruf nahi munkar terhadap kekuasaan yang konsisten dan kontinyu dalam bingkai hukum dan etika Islam.
6. Secara aktif melakukan komunikasi, silaturahim, kerjasama dan islah dengan berbagai unsur atau kalangan umat Islam untuk terwujudnya ukhuwah Islamiyah dan wihdatul-ummah, dan dengan berbagai komponen bangsa lainnya untuk memperkokoh kebersamaan dalam merealisir agenda reformasi.
7. Ikut memberikan kontribusi positif dalam menegakkan keadilan dan menolak kedhaliman khususnya terhadap negeri-negeri Muslim yang tertindas.
Untuk mencapai tujuan partai maka dilakukan program-program kegiatan antara lain:
a. Mendorong kebajikan di berbagai bidang kehidupan.
b. Memberantas kebodohan, kemiskinan dan kerusakan moral.
c. Meningkatkan kesejahteraan anggota partai dan masyarakat.
d. Memajukan perlindungan hak-hak asasi manusia.
Menyampaikan dakwah dan tarbiyah Islamiyah kepada masyarakat, secara benar, jelas, utuh dan menyeluruh.


BAB III
PENUTUP

1. Partai Bulan Bintang
Partai Bulan Bintang (PBB) adalah sebuah partai politik Indonesia berasaskan Islam dan juga sebagai partai penerus Masyumi yang pernah berjaya pada masa Orde Lama. Partai Bulan Bintang didirikan pada 17 Juli 1998. Visi dari Partai Bulan Bintang yaitu:
a. Mewujudkan kehidupan masyarakat Indonesia yang Islami.
b. Tegakkan Keadilan & Kepastian Hukum.
c. Bela Umat, Bela Ulama, Bela Islam, Bela Rakyat, Bela NKRI.
Sedangkan Misi dari Partai Bulan Bintang yaitu, membangun masyarakat dan bangsa Indonesia yang beriman dan bertaqwa, maju, mandiri, berkepribadian tinggi, cerdas, berkeadilan, demokratis dan turut menciptakan perdamaian dunia berdasarkan nilai-nilai Islam.
2. Partai Keadilan Sejahtera
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) resmi didirikan di Jakarta pada hari sabtu tanggal 20 April 2002 atau bertepatan dengan 7 Shafar 1423 H. PKS didirikan oleh sekelompok anak bangsa yang memiliki cita-cita luhur, yaitu menegakkan keadilan dan mensejahterakan masyarakat.
Visi Partai Keadilan Sejahtera mempunyai visi yang dibagi menjadi dua bagian, yaitu visi umum dan visi khusus.
Adapun misi Partai Keadilan Sejahtera ada 7 point, diantaranya adalah: Menyebarluaskan Dakwah Islam dan mencetak kader-kadernya sebagai pembawa perubahan (anashir taghyir), mengembangkan institusi-institusi kemasyarakatan yang Islami diberbagai bidang sebagai pusat solusi (markaz taghyir), membangun opini umum yang Islami dan iklim yang mendukung bagi penerapan ajaran Islam yang solutif dan membawa rahmat, dll.


DAFTAR PUSTAKA

Dewan Pimpinan Pusat Partai Bulan Bintang (DPP PBB), Daftar Para Pendiri Partai
Bulan Bintang, (Jakarta: PBB, 1999).
Daniel Dhakidae, Ph.D, Partai-partai Politik Indonesia Ideologi dan Program 2004-
2009, (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2004), h. 301.
Firdaus Syam, Yusril Ihza Mahendra: Perjalanan Hidup Pemikiran dan Tindakan
Politik, (Jakarta: PT Dyatama Milenia, 2004), hal 53.
Hasil Muktamar II Partai Bulan Bintang, Khittah Perjuangan Partai, (Jakarta: DPP
PBB, 2005), hal 118.
M. Imadadun Rahmat. Ideologi Politik PKS: Dari Masjid Kampus ke Gedung Parlemen, (Yogyakarta: LkiS, 2008), hal. 37-39
MPP PKS, Memperjuangkan Masyarakat Madani, (Jakarta: Majelis Pertimbangan Pusat PKS, 2008) Cet. Ke-1 h. v.
Neneng Komariah, Peran Yusril Ihza Mahendra Dalam Partai Bulan Bintang Di
Indonesia Pada Tahun 1998-2009 (Jakarta: Skripsi S1 Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), hal 34-35.
Yusril Ihza Mahendra, “Hanya Ada Satu Kata: Maju.” Artikel diakses pada 18 Mei
2019 dari http://yusril.ihzamahendra.com/2008/07/10/hanya-ada-satu-kata-maju-/https://id.wikipedia.org/wiki/Partai_Bulan_Bintang
https://www.partaibulanbintang.or.id/visi-dan-misi-partai.html
https://kurzman.unc.edu/files/2011/06/PBB_2009_Program.pdf

Jumat, 28 Juni 2019

LDII, MTA, FPI, Dan HTI

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan beragama banyak sekali pemikiran yang dikembangkan oleh para cendekiawan, termasuk di dalamnya agama islam. Dilihat dari kenyataan historis, wacana pemikiran islam selalu berkembang dari waktu ke waktu, sejak zaman Rasulullah SAW sampai sekarang. Kehidupan beragama tidak terlepas dari kehidupan sosial dimana agama itu berkembang, dimana diperlukan berbagai pemikiran agar dapat mengaktualisasikan nilai-nilai keislaman.
Indonesia sebagai negara yang sebagian besar penduduknya adalah umat islam tidak terlepas dari perkembangan pemikiran dari awal mula tersebarnya islam di bumi pertiwi sampai Indonesia merdeka. Awal mula islam berkembang di Indonesia berlawanan dengan kepercayaan masyarakat, sehingga diperlukan strategi untuk menyebarkan islam di bumi Indonesia. Salah satunya adalah menggabungkan kebudayaan dan nilai-nilai substansi keislaman. Stategi ini dapat diterima oleh masyarakat Indonesia, merasa sedikit demi sedikit meninggalkan agama nenek moyang beralih ke agama yang rahmatal lil’almain (islam).
Islam liberal merupakan salah satu gerakan yang muncul di masa modern sekarang ini, dimana perkembangan masalah-masalah yang diberbagai bidang menerpa umat islam. Perkembangan pemikiran islam di Indonesia tidak terlepas dari perkembangan pemikiran islam di daerah negara lain. Gerakan islam liberal, sebagaimana umat islam dari belenggu keterbelakangan dan kejumudan.


BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Berdirinya LDII
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), adalah nama baru dari sebuah aliran keagamaan di Indonesia, yang secara historis mempunyai hubungan dengan organisasi keagamaan yang sebelumnya yang bernama Darul Hadist/Islam Jama’ah yang telah dilarang oleh pemerintah Indonesia. Kehadiran LDII untuk membina anggota Darul Hadist/Islam jama’ah agar kembali pada jalur islam arus pertama. 
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) didirikan di Surabaya pada tanggal, 3 Januari 1972, setelah mengalami perubahan nama dari Lembaga Karyawan Dakwah Islam Indonesia, yaitu Lemkari, namun dengan nama organisasi Karatido Indonesia. Langkah itu merupakan realisasi keputusan musyawarah besar IV Lekari di Jakarta 1990. Lemkari itu sendiri merupakan organisasi baru sebagai wadah kegiatan organisasi Islam Jamaah yang telah dibubarkan oleh Kejaksaan Agung pada 1971. Islam jamaah itu sendiri  merupakan nama baru setelah sebelumnya lebih dikenal dengan nama Darul Hadits, yang telah dibubarkan. Sementara itu mereka di Jawa Tengah telah mendirikan Yakari (Yayasan Karyawan Islam) pada 1972, untuk tujuan yang sama. Di kemudian hari organisasi ini bergabung dengan Golkar. Tidak bisa dipungkiri bahwa LDII pada hakikatnya tetap sama dengan ajaran islam jamaah, yang didirikan oleh Nurhasan Al- Ubaidah. 
Perubahan nama Lemkari menjadi LDII, tersebut atas usul Menteri Dalam Negeri agar tidak rancu dengan salah satu nama organisasi Karate yang bernama Lemkari (Lembaga Karate-Do Indonesia). Dengan demikian LDII secara resmi dan organisasi memiliki legalitas yang sah dan diakui/terdaftar di Departemen Dalam Negeri.
Menurut salah seorang pengurus LDII bahwa LDII bukanlah Darul Hadist, islam Jamah, tetapi LDII bersama Golkar dengan sayap dakwahnya yaitu Majelis Dakwah Islam (MDI) dan Al-Hidayah membina mantan-mantan kelompok islam Jamaah tersebut untuk kembali kepada Islam yang benar. Oleh karena itu tidak benar LDII dianggap merupakan jelmaan dari Darul Hadist atau Islam Jamaah yang telah dilarang tersebut.
Pada usia 30 tahun, Nurhasan Al-Ubaedah mulai berada di Mekah, sampai 10 tahun lamanya. Dua perguruan yang ditinggali Nurhasan Al-Ubaedah selama belajar agama di Mekah adalah Rukbat Naqsyabaniiah (nama ini tidak ada hubungannya dengan tarekat naqsyabandiah) dan sebuah perguruan di desa Syamiah. Madrasah yang bernama Darul Hadits adalah tempat di mana ia mendalami Al-qur’an dan Hadist. Guru yang ia ikuti adalah Syekh Abu Samah dari Mesir, disamping itu juga berguru kepada Syekh Abu Umar Hamdan.
Madrasah Darul Hadits, tempat dimana Nurhasan Al-Ubaedah cukup lama belajar agama, nampaknya yang paling banyak mempengaruhi pikiran-pikirannya. Di pesantren tersebut konon mulai tertanam fanatisme yang mendalam terhadap ajaran-ajaran kebenaran sesuai dengan petunjuk al-qur’an dan hadist Nabi SAW. Hingga pada saatnya Nurhasan al-Ubaedah kembali ketanah air, hanya ajaran dari kedua sumber itulah, hamper tidak ada yang lain lagi yang dijadikan pegangan dalam rangka mengamalkan agamanya dan menyebarluaskan pengetahuannya.
Perbedaan dengan kelompok Islam lainnya terletak pada pemahaman terhadap beberapa nash al-qur’an dan hadits nabi SAW, terutama yang menyangkut soal kepemimpinan ummat (keamiran), bai’at dan arti islam. Tumbuhnya perbedaan terebut diawali oleh penilaian terhadap kondisi obyektif ummat, yang sering diungkapkan Kyai Nurhasan Al- Ubaedah selaku pendiri islam Jama’ah kepada para kolega dan murid-muridnya. Menurutnya, umat islam di Indonesia sudah lama terpecah-pecah menjadi sekian banyak golongan. Keadaan ini katanya tepat dengan diramalkan oleh Rasulullah SAW, bahwa “pada suatu saat nanti ummatku akan terpecah-pecah menjadi 71 golongan. Dari sekian banyak golongan itu tidak ada yang selamat kecuali satu, yakni yang berpegang pada Al-qur’an dan Sunnahku”. Sepengetahuan Nurhasan tidak ada satu kelompok islampun yang menunjukkan sebagai pengamal Qur’an dan sunnah Nabi secara murni. Adapun kesalahan umat ia tunjukkan, antara lain: Pertama, terlalu berbelit-belitnya pendefinisikan tentang Islam. Kedua, kesalahan umat islam adalah tidak bisa mencetak pemimpin yang layak dihormati dan dipercaya sebagai seorang amir. 
1. Pendiri dan tokoh- tokohnya
Penggagas dan pertamanya Amirul Mukminin dari gerakan GPK kerajaan islam jamaah/LDII dinasti madingol Al Kadzab. LDII didirikan oleh Nur Hasan Ubaidah Lubis (Amir Al Kazdzdab) Adapun arti kata Lubis menurut dia sendiri adalah “luar biasa” atau “Supeperman”. Sedangkan nama kecilnya Medekal atau Madingol. Dia asli Jawa Timur, Tahun lahirnya 1915 tempatnya di desa Bagi kecamatan Purwosari kabupaten Kediri Jawa Timur. 
2. Inti Ajaran
Berikut beberapa keputusan MUI dan beberapa organisasi yang menyatakan kesesatan LDII dan aliran yang memiliki ajaran serupa:
a). MUI dalam Musyawarah Nasional VII di Jakarta, 21-29 Juli 2005, merekomendasikan bahwa aliran sesat seperti LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) dan Ahmadiyah agar ditindak tegas dan dibubarkan oleh pemerintah karena sangat meresahkan masyarakat.
b). Surat 21 orang keluarga R. Didi Gernadi dari Cimahi Bandung menyatakan sadar, insyaf, taubat dan mencabut Bai’at mereka terhadap LDII, Oktober 1999.
c). Penipuan Triliunan Rupiah: kasus tahun 2002/2003 ramai di Jawa Timur tentang banyaknya korban apa yang disebut investasi yang dikelola dan dikampanyekan oleh para tokoh LDII dengan iming-iming bunga 5% perbulan
d). Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat: Bahwa ajaran Islam jama’ah darul hadist (atau apapun yang dipakainya)adalah ajaran yang sangat bertentangan dengan ajaran islam yang sebenarnya dan penyiarannya itu adalah memancing-mancing timbulnya keresahan yang akan mengganggu kestabilan negara.
e). LDII dinyatakan sesat oleh MUI karena penjelmaan dari islam jamaah. Ketua Komisi Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) KH Ma’ruf Amin menyatakan, Fatwa MUI: LDII sesat. 

B. Latar Belakang MTA
Yayasan Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA) ini didirikan di Surakarta pada tanggal 19 September 1972 oleh Abdullah Tufail Saputra, seorang keturunan Pakistan yang menjadi pedagang batik di Solo. Tujuan didirikannya MTA adalah mengajak umat Islam kembali kepada Al-Qur’an dengan tekanan pada pemahaman, penghayatan, dan pengalaman Al-qur’an. Sebab dalam kenyataannya dalam kehidupan kesehariannya. Hal ini menjadikan umat islam lemah dan tidak memiliki kemampuan bersaing dengan kelompok masyarakat yang lain. Sebagai sebuah organisasi keagamaan, Yayasan MTA secara resmi memiliki badan hukum sebagai yayasan pada tanggal 23 Januari 1974 dengan Akte Notaris R. Soegondo Notodireorjo. Sekarang MTA bersekratriat di Jl. Serayu No. 12, Semanggi 06/15, pasar Kliwon, Solo kode pos 57117.
Latar belakang didirikannya MTA ini adalah adanya keterbelakangan pendidikan dan kesejahteraan yang dialami oleh umat islam. Keterbelakangan ini menjadikan umat islam tidak mampu untuk berkompetisi dengan masyarakat lainnya. Di samping itu, masyarakat islam masih mempraktikan berbagai ritual peribadatan yang berbau bidah. Masyarakat belum menjalankan ajaran islam secara murni sesuai dengan tuntunan Al-qur’an dan Hadits. Jauhnya masyarakat dari Al-qur’an dan hadist ini menjadikan mereka sulit untuk maju dan berkembang. Oleh sebab itu, ustadz Abdullah Thufail Saputra yakin bahwa umat islam Indonesia hanya akan dapat melakukan emansipasi apabila umat islam mau kembali ke al-qur’an.
1. Pendiri dan Tokoh
Yayasan Majelis Tafsir Al-qur’an (MTA) adalah sebuah lembaga pendidikan dan dakwah islamiyah yang berkedudukan di Surakarta. MTA didirikan oleh Alm. Ust. Abdullah Thufail Saputra di Surakarta pada tanggal 19 September 1972 dengan tujuan untuk mengajak umat islam kembali ke Al-qur’an. Sesuai dengan nama dan tujuannya, pengajian Al-qur’an dengan tekanan pada pemahaman, penghayatan dan pengamalan al-qur’an menjadi kegiatan utama MTA.
2. Inti ajaran
MTA memfokuskan kajian pada tafsit Al-qur’an, dengan slogan: “Ngaji Al-Qur’an sak maknane”. Doktrin utama MTA adalah permunian dengan jalan mengembalikan perilaku masyarakat yang selama ini dianggap telah keluar dari ajaran islam pada al-qur’an dan sunnah, serta menjalin ukhuwah islamiyah.
Paham keislaman MTA adalah pemurnian islam dengan kredo kembali pada al-qur’an dan hadist. Paham ini kemudian diturunkan dalam doktrin MTA yaitu: pertama, berupaya mengembalikan kehidupan masyarakat kepada al-qur’an dan sunnah dan meninggalkan segala praktik ibadah yang dipandang sebagai bid’ah. Dengan kembali kepada Al-qur’an dan sunnah bagi MTA akan menyelamatkan kehidupan manusia di dunia dan akhirat.
Kedua, MTA tidak bermadzhab. Fiqh sebagai panduan praktis dalam beribadah dalam pandangan MTA sudah jadi satu dengan tuntunan yang ada dalam AL-qur’an dan Sunnah. MTA menegaskan ijtihadnya sendiri dan tidak terikat dengan ijtihad para penganut sistem bermadzab yang telah ada. Madzab yang dianut oleh MTA adalah Al-qur’an dan sunnah. Sedangkan dengan madzhab yang ada mereka harus berhati-hati dengan madzhab yang ada sebab hal tersebut dikhawatirkan tidak sesuai dengan Al-qur’an dan Hadist.
Ketiga, penolakan praktik islam bercampur unsur budaya lokal. MTA menolak segala praktik ibadah yang bercampur dengan budaya lokal seperti yasinan, tahlilan, manaqiban dan selamatan. Masyarakat ideal dalam pandangan MTA adalah masyarakat yang dalam kehidupannya selalu dibimbing oleh pemahaman, penghayatan, dan pengalaman Al-qur’an secara benar. Untuk mencapai cita-citanya tersebut gerakan yang dilaksanakan oleh MTA antara lain melalui program dakwah, ekonom, pendidikan, gerakan sosial, pembukaan rumah sakit, serta kursus secara berkala dengan bekerjasama dengan Balai Latihan Kerja Surakarta (BLK). Gerakan dakwah melalui pengajian khusus dan pengajian umum. Pengajian umum yang dilaksanakan setiap hari minggu pagi diselenggarakan oleh MTA pusat, saat ini bertempat di halaman gedung MTA pusat di Mangkunegaraan. Materi yang disampaikan  dalam pengajian ini adalah pengalaman beragama sehari-hari, yaitu bagaimana masyarakat bisa memahami Al-qur’an dan sunnah sehingga menjadi muslim benar. Sedangkan pengajian khusus adalah pengajian yang khusus diikuti oleh jamaah MTA yang biasa disebut siswa MTA. Pengajian ini diselenggarakan seminggu sekali baik di pusat maupun di cabang-cabang.
Dalam bidang ekonomi MTA membangun unit usaha bersama berupa koperasi simpan pinjam. Dengan simpan pinjam ini, siswa atau MTA dapat memperoleh modal untuk mengembangkan kehidupan ekonominya. Di samping itu, siswa atau warga MTA bisa tukar-menukar pengalaman, pengetahuan dan keterampilan dalam bidang ekonomi.

C. Latar Belakang Berdirinya FPI
Pemilihan nama “Front Pembela Islam” untuk organisasi yang baru dibentuk ini memiliki makna tersendiri. Kata “Front” menunjukkan bahwa organisasi ini selalu berusaha untuk berada digaris depan dan memiliki sikap tegas dalam setiap langkah perjuangan. Kata “Pembela” mengisyaratkan bahwa organisasi ini akan berperan aktif dalam membela dan memperjuangkan hak islam dan umat islam. Sementara kata ‘Islam” mencirikan bahwa perjuangan organisasi tidak terlepas dari ikatan ajaran islam yang lurus dan benar. Dengan nama “Front Pembela Islam”, organisasi ini membela “nilai” dan “ajaran”, bukan orang atau kelompok tertentu. Artinya, sebagaiman dikatakan Habib Rizieq, pendiri sekaligus ketua FPI, sangat mungkin organisasi ini membela kelompok non-muslim, karena menolong mereka adalah sebagian dari ajaran islam.
Situasi sosial-politik yang melatar belakangi berdirinya FPI dirumuskan oleh para aktivis gerakan ini sebagai berikut:
Pertama, adanya penderitaan panjang yang dialami umat islam Indonesia sebagai akibat adanya pelanggaran HAM yang dilakukan oleh oknum penguasa.
Kedua, adanya kewajiban bagi setiap muslim untuk menjaga dan mempertahankan harkat dan martabat Islam serta umat islam.
Ketiga, adanya kewajiban bagi setiap muslim untuk dapat menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.
1. Pendiri dan Tokoh
Front Pembela Islam (FPI) lahir secara resmi pada 17 Agustus 1998. FPI didirikan oleh sejumlah haba’ib, ulama, mubaligh, serta aktivis muslim dan umat islam. Tokoh yang melopori berdirinya FPI adalah Habib Muhammad Riziq Shihab. Sebagai sebuah organisasi gerakan, para aktivis ini telah melakukan berbagai aktivitas keagamaan seperti tabligh akbar, audensi, silaturahmi, dan juga demonstrasi. Sebagai bagian dari masyarakat, FPI merasa memiliki kewajiban untuk berperan serta dalam memberikan kontribusi positif untuk kemajuan bangsa.
2. Inti ajaran
FPI berdiri untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Amar ma’ruf adalah perintah untuk melakukan segala perkara yang baik menurut hukum syara’ dan hukum akal. Sedangkan nahi munkar adalah mencegah setiap kejahatan atau kemunkaran, yakni setiap perkara yang dianggap buruk oleh syara’ dan hukum akal. Dalam mencapai tujuan amar ma’ruf, FPI mengutamakan metode bijaksana dan lemah lembut melalui langkah-langkah mengajak dengan hikmah (kebijaksanaan, lemah lembut), memberi mau’ idzah hasanah (nasehat yang baik), dan berdiskusi dengan cara yang terbaik. Sedangkan dalam melakukan nahi munkar, FPI mengutamakan sikap yang tegas melalui langkah-langkah menggunakan kekuatan atau kekuasaan bila mampu dan menggunakan lisan dan tulisan, bila kedua langkah tersebut tidak mampu dilakukan maka nahi munkar dilakukan dengan menggunakan hati yang tertuang dalam ketegasan sikap untuk tidak menyetujui segala bentuk kemungkaran. 

D. Latar Belakang Berdirinya Hizbut Tahrir
Hizbut Tahrir selanjutnya disingkat HT adalah sebuah partai politik islam yang dakwahnya berpijak di atas keharusan mengembalikan khalifah islamiyyah dengan berpotong kepada fikrah sebagai sarana paling kokoh dalam perubahan. HT adalah sebuah gerakan atau partai politik yang didirikan disebuah kampung di daerah Haifa Palestina oleh Syekh Taqiyuddin al Nabhani pada tahun 1953 M/ 1372 H. dengan demikian, HT bukan merupakan kelompok yang bergerak dibidang kerohanian dan bukan pula dilembaga pendidikan atau lembaga sosial. HT berawal dari sebuah gerakan atau kelompok kecil yang terdiri dari beberapa ulama yang dipimpin oleh Syekh Taqiyuddin al Nabhani. Gerakan ini melakukan berbagai studi, penelitian, maupun kegiatan tentang kehidupan umat islam pada masa lampau dan masa kini. Berbagai studi tersebut dilakukan atas dasar rasa ingin mengetahui apa yang menjadi penyebab dari permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh umat islam pada masa itu.
Awal aktifitas HT terpusat di Yordania dan Suriah serta Lebanon. Kemudian berkembang ke berbagai negara Islam, di antaranya adalah Mesir, Yordania, Uzbekistan, Lebanon, Pakistan, Malaysia, Indonesia dan negeri-negeri yang mayoritas penduduknya beragama islam lainnya, bahkan kini telah mencapai Eropa, terutama Austria dan Jerman Barat. 
1. Pendiri dan Tokoh
Hizbut Tahrir (HT) pertama kali didirikan oleh Syeikh Taqiyyuddin An Nabhani pada tahun 1953 di Palestina. HT kemudian berkembang di berbagai negara seperti Australia, Libya, Mesir, Sudan, Inggris, Prancisdan Jerman lalunmulai masuk ke Indonesia pada tahun 1980-an.
2. Inti ajaran
Salah satu karakteristik nalar keagamaan disebut tahrir adalah menggunakan pendekatan nalar literasi teks sebagai dasar pemikiran-pemikirannya. Nalar literalis dan pemahaman tekstual al-qur’an dan hadis akan berimplikasi pada ekspresi keberagamaan dan bisa menjadi eksklusif kelompok ini mempunyai keyakinan absolute bahwa islam merupakan salah satunya agama yang benar dan sistem yang dibangun islam merupakan aturan yang paling unggul dibanding sistem hukum produk manusia. Jadi inti ajaran hisbut tahrir yaitu membentuk negara-negara islam.
Nalar keagamaan hizbut Tahrir adalah menolak filsafat, hurmeunetik, paham sekuler, kapitalis, dan paham-paham yang bertentangan dengan islam. Misalnya sikap kritis hisbut tahrir terhadap ekonomi dan kapitalisasi pendidikan dan pertanahan yang melanda di Indonesia. Taqiyuddin Al Nabhani pendiri hizbut tahrir sudah menggariskan pemikiran yang kemudian dijadikan dasar perjuangan keagamaan. Al Nabhani mengatakan apapun pemikiran yang tidak bersumber dari islam harus bertolak dan sangat membahayakan umat islam, karena dasar yang harus ditegakkan menurut hizbut tahrir adalah hukum syara’, yang tidak tercampur dengan interpretasi yang menyesatkan.
Bagi hizbut tahrir langkah yang paling mendesak untuk merubah masyarakat islam adalah memperbaiki pemikiran islam, dia mengajak umat islam untuk kembali kepada pemikiran yang orasional yaitu pemikiran yang berlandaskan al-qur’an dan hadits. Metode berfikir islam bagi hizbut tahrir dijadikan sebagai saqofah untuk modal yang berfikir islami. Nalar keagamaan hizbut tahrir sangat selektif terhadap bacaan atau kajian-kajian yang bertentangan dengan islam. Pemikitran tentang sastra, politik, hukum, dan akidah harus sesuai dengan islam.
3. Islam Trans Nasional
Sehingga, lahirnya gerakan islam trans nasional dan berbagai macam serta coraknya, lebih diakibatkan oleh cara pandang keberagamaan yang sama sekali melepaskan dari konteks sosial keberagamaan, kemasyarakatan dan budaya bangsa Indonesia. Sekali lagi, paham yang demikian, seharusnya dihilangkan dari bumi Indonesia, sebab jika tidak, maka akan melahirkan jihadis-jihadis baru yang siap saling menghancurkan antara yang satu dengan yang lainnya, sehingga pada akhirnya sulit menemui perdamaian dan wajah toleransi keberagamaan di Indonesia.
Sebagai upaya untuk mengetahui gerakan islam transnasional di Indonesia kita juga dapat mengamati dan melihat perjalanan HTI di Indonesia, organisasi ini sulit berkembang di negara-negara Timur Tengah, tetapi ketika diborong ke Indonesia, banyak muslim Indonesia yang tertarik untuk membelinya. Dalam pandangan kami, hal ini sangat berbahaya dalam rangka menjaga keutuhan kita sebagai bangsa yang mengakui pluralitas yang terjaga dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika. 

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
LDII merupakan aliran atau kelompok islam di Indonesia, Pendirinya adalah Al-Imam Nurhasan Ubaedah Lubis Amir, pada awalnya organisasi ini bernama Yayasan Lembaga Karyawan Islam (YAKARI) pada tahun 1972, lalu berganti nama menjadi Lembaga Karyawan Islam (LEMKARI), lalu berubah menjadi Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) hingga sekarang.
Yayasan Majelis Tafsir Al-qur’an (MTA) adalah sebuah lembaga pendidikan dan dakwah islamiyah yang berkedudukan di Surakarta. MTA didirikan oleh Alm. Ust. Abdullah Thufail Saputra di Surakarta pada tanggal 19 September 1972 dengan tujuan untuk mengajak umat islam kembali ke Al-qur’an. Sesuai dengan nama dan tujuannya, pengajian Al-qur’an dengan tekanan pada pemahaman, penghayatan dan pengamalan al-qur’an menjadi kegiatan utama MTA.
Front Pembela Islam (FPI) lahir secara resmi pada 17 Agustus 1998. FPI didirikan oleh sejumlah haba’ib, ulama, mubaligh, serta aktivis muslim dan umat islam. Tokoh yang melopori berdirinya FPI adalah Habib Muhammad Riziq Shihab. Sebagai sebuah organisasi gerakan, para aktivis ini telah melakukan berbagai aktivitas keagamaan seperti tabligh akbar, audensi, silaturahmi, dan juga demonstrasi. Sebagai bagian dari masyarakat, FPI merasa memiliki kewajiban untuk berperan serta dalam memberikan kontribusi positif untuk kemajuan bangsa.

Hizbut Tahrir (HT) pertama kali didirikan oleh Syeikh Taqiyyuddin An Nabhani pada tahun 1953 di Palestina. HT kemudian berkembang di berbagai negara seperti Australia, Libya, Mesir, Sudan, Inggris, Prancis dan Jerman lalu mulai masuk ke Indonesia pada tahun 1980-an. Hizbut Tahrir selanjutnya disingkat HT adalah sebuah partai politik islam yang dakwahnya berpijak di atas keharusan mengembalikan khalifah islamiyyah dengan berpotong kepada fikrah sebagai sarana paling kokoh dalam perubahan.


DAFTAR PUSTAKA
M, Nurihson Nuh. Aliran/faham Keagamaan dan Sufisme Perkotaan, Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2009.
Su’ud, Abu. Islamologi: Sejarah, Ajaran, dan Peranannya Dalam Peradaban Umat Manusia, Jakarta: Rineka Cipta, 2003.
Aziz, Abdul dkk. Gerakan Islam Kontemporer di Indonesia, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1989.
Zainal Arifin Ali, Bambang Irawan Hafiluddin dll. Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, (Lembaga Peneliti dan pengkajian Islam (LPII), Jakarta 1998 M)
Sukirno, Ahmad. Menggapai Keilmuan Hidup (Tanya Jawab Pengajian Ahad Pagi Jilid I,  Surakarta: Penerbit MTA, 2008.
Jajang Jahroni, Jamhari. Gerakan Salafi Radikal di Indonesia, Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2004.
Badriyah, Genealogi FPI  Surabaya: Jurnal Cendekia, 2013.
Saifuddin, Khalifah vis-à-vis Nation State Telaah atas Pemikiran Politik HTI, Yogyakarta: Mahameru, 2012.
Azman, Gerakan dan Pemikiran Hizbut Tahrir Indonesia, Makasar: Jurnal UIN Alauddin , 2018.
Rofiq Amir Al-Amin, Membongkar Proyek Khilafah Ala Hizbuttahrir di Indonesia, Yogyakarta: LKIS, 2012

Metode-metode penelitian dengan pendekatan tafsir

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
     Al-qur’an Al-Karim adalah sebuah kitab yang tidak datang kepadanya kebatilan dari awal sampai akhirnya yang diturunkan oleh Allah Awt yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji. Kitab yang mendapatkan keistimewaan, yaitu yang mampu mencetak ulama islam yang tahu dan mengerti tentang penafsiran nas-nas Al-qur’an dan ulama yang mengamalkan hukum-hukum tersirat didalamya, demi kemaslahatan umat manusia didunia maupun diakhirat.
Terdapat berbagai macam sumber yang dijadikan sandaran oleh para ulama dan ahli tafsir untuk memahami ayat– ayat Al-qur’an. Mereka berusaha untuk mengetahui pemahaman secara detail dan bisa diungkapkan dengan kata- kata yang sesuai. Hal ini diupayakan agar pemahaman terhadap Al-qur’an bisa tercapai oleh setiap insan yang senang dengan Al-qur’an, agar mereka bisa membaca, memahami dan mengamalkan isi kandungan ayat- ayat Al-Qur’an yang mengajak kepada kebaikan dunia dan akhirat.
Kata model yang terdapat pada judul diatas berarti contoh, acuan, ragam atau macam. Sedangkan penelitian berarti pemeriksaan, penyelidikan yang dilakukan dengan berbagai cara secara seksama dengan tujuan mencari kebenaran- kebenaran objektif yang disimpulkan melalui data- data yang terkumpul. Kebenaran- kebenaran objektif diperoleh kemudian digunakan dasar atau landasan untuk pembaharuan, pengembangan atau perbaikan dalam masalah- masalah teoritis dan praktis dalam bidang- bidang pengetahuan yang bersangkutan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Tafsir dan fungsinya ?
2. Bagaimana latar belakang penelitian Tafsir?
3. Apa saja model-model penelitian Tafsir?



BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tafsir dan fungsinya
Tafsir berasal dari bahasa Arab yaitu fassara, yufassiru, tafsiran yang berarti penjelasan, pemahaman, dan perincian. Selain itu tafsir dapat pula berarti al-idlah wa al-tabyin yaitu penjelasan dan keterangan. Pendapat lain mengatakan bahwa kata tafsir sejajar dengan timbangan (wazan) kata taf’il, diambil dari kata al fasr yang berarti al bayan (penjelasan ) dan al kasyf yang berarti membuka atau menyikap, dan dapat pula diambil dari kata al tafsarah, yaitu istilah yang digunakan untuk suatu alat yang biasa digunakan oleh dokter untuk mengetahui suatu penyakit.
Muhammad Husein Adz-Dzahabi dalam “Tafsir Wa Al Mufassirun” menerangkan arti etimologi tafsir dengan “al idhah (penjelasan) dan al bayan (keterangan)” makna tersebut digambarkan dalam QS. Al-Furqan ayat 33, sedangkan dalam kamus yang berlaku tafsir berarti “al ibahah wa kasyf mugtha”(menjelaskan atau membuka yang tertutup).
Selanjutnya pengertian tafsir sebagaimana dikemukakan pakar Al-qur’an tampil dalam formulasi yang berbeda-beda, namun esensinya sama. Al-Jurjani misalnya, mengatakan bahwa tafsir ialah menjelaskan ma’na ayat- ayat al-qur’an dari berbagai seginya, baik konteks historisnya maupun sebab al nuzulnya, dengan menggunakan ungkapan atau keterangan yang dapat menunjuk kepada makna yang dikehendaki secara terang dan jelas. Sementara itu menurut Al- Imam Az Zarqani mengatakan, bahwa tafsir adalah ilmu yang membahas kandungan Al-qur’an baik dari segi pemahaman makna atau arti sesuai dikehendaki Allah, menurut kadar kesanggupan manusia. Az Zarkasyi mengatakan bahwa tafsir adalah ilmu yang fungsinya untuk mengetahui kandungan kitabullah(Al-qur’an) yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW dengan cara mengambil penjelasan maknanya, hukum serta hikmah yang terkandung didalamnya.

Dari beberapa definisi diatas dapat ditemukan tiga ciri utama tafsir. pertama, dilihat dari segi objek pembahasannya adalah kitabullah (Al-qur’an) yang didalamnya terkandung firman Allah. Kedua,dilihat dari segi tujuannya adalah untuk menjelaskan, menerangkan, menyingkap kandungan Al-qur’an sehingga dapat dijumpai hikmah, hukum, ketetapan dan ajaran yang terkandung didalamnya. Ketiga, dilihat dari segi sifat dan kedudukannya adalah hasil penafsiran, kajian dan ijtihad para mufassir yang didasarkan pada kesanggupan dan kemampuan yang dimilikinya, sehingga suatu saat dapat ditinjau kembali. Dengan demikian secara singkat dapat diambil suatu pengertian bahwa yang dimaksud model penelitian tafsir adalah suatu contoh, ragam, acuan, atau macam dari penyelidikan secara seksama terhadap penafsiran Al-qur’an yang pernah dilakukan generasi terdahulu untuk diketahui secara pasti tentang hal yang terkait dengannya.

B. Latar Belakang penelitian tafsir
Pada mulanya usaha penafsiran ayat-ayat Al-qur’an berdasarkan ijtihad masih sangat terbatas dan terikat dengan kaidah- kaidah bahasa serta arti-arti yang terkandung oleh satu kosa kata. Namun sejalan dengan lajunya perkembangan masyarakat, berkembang dan bertambah besar pula porsi peranan akal atau ijtihad dalam penafsiran ayat- ayat Al-qur’an sehingga bermunculanlah kitap atau penafsiran yang beraneka ragam coraknya. Keragaman tersebut ditunjang pula oleh Al-qur’an , yang keadaanya seperti dikatakan oleh Abdullah Darraz dalam  Al naba’Al ‘azhim : ”bagaikan intan yang setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut- sudut lain, dan tidak mustahil jika anda memersilahkan orang lain memandangnya, maka ia akan melihat lebih banyak dari adanya upaya penafsiran Al-qur’an dari sejak zaman Rasulullah, hingga dewasa ini, serta adanya sifat dari kandungan Al-qur’an yang terus-menerus memancarkan cahaya kebenaran itulah yang mendorong timbulnya dua kegiatan. Pertama, kegiatan penelitian disekitar produk-produk penafsiran yang dilakukan generasi terdahulu, dan kedua, kegiatan penafsiran Al-qur’an itu sendiri.
Dilihat dari segi usianya penafsiran Al-qur’an termasuk yang paling tua dibandingkan kegiatan ilmiah lainnya dalam islam. Pada saat Al-qur’an diturunkan lima belas abad yang lalu, Rasulullah saw. Yang berfungsi sebagai mubayyin (pemberi penjelasan) telah menjelaskan arti dan kandungan Al-qur’an kepada sahabat-sahabatnya, khususnya menyangkut ayat- ayat tidak dipahami atau sama artinya. Keadaan ini berlangsung sampai dengan wafat Rasulullah Saw, walaupun diakui bahwa penjelasan tersebut tidak semua kita ketahui sebagai akibat dari tidak sampainya riwayat-riwayat tentangnya atau karena memang Rasulullah Saw. Sendiri tidak menjelaskan semua kandungan Al-qur’an. Maka setelah wafatnya mereka terpaksa melakukan ijtihad, khususnya mereka yang mempunyai kemampuan seperti Ali bin Abi Thalib, Ibn Abbas, Ubay bin Ka’ab dan Ibn Mas’ud.
Para tokoh tafsir dari kalangan sahabat yang disebutkan diatas mempunyai murid- murid dari para tabi’in khususnya dari kota-kota tempat mereka tinggal, sehingga lahirlah tokoh –tokoh tafsir yang baru dari kalangan tabi’in dikota tersebut. Seperti:
1. Said bin Jubair dan Mujahid bin Jabr, dikota Mekkah yang ketika itu berguru kepada Ibn Abbas.
2. Muhammad bin ka’ab dan Zaid bin Aslam, dikota Madinah yang ketika itu berguru kepada Ubay bin ka’ab.
3. Al-Hasan Al-Bashriy dan Amir Al- Sya’bidi Irak yang ketika itu berguru kepada Abdullah bin Mas’ud.
Gabungan dari ketiga sumber diatas yaitu penafsiran Rasulullah Saw, penafsiran para sahabat, dan penafsiran tabi’in dikelompokkan menjadi satu kelompok yang selanjutnya dijadikan satu periode pertama dari perkembangan tafsir. Berlakunya periode pertama tersebut berakhirnya masa tabi’in sekitar tahun 150 H. dan merupakan awal dari periode kedua dari sejarah perkembangan tafsir. Pada periode kedua ini, hadis-hadis palsu dan lemah ditengah-tengah masyarakat. Sementara itu perubahan-perubahan sosial semakin menonjol dan timbullah beberapa persoalan yang belum pernah terjadi atau dipersoalkan pada masa Nabi Muhammad Saw, para sahabat, dan para Tabi’in.

C. Model-model penelitian Tafsir

A. Model Quraish shihab

H.M.Quraish Shihab (lahir tahun 1944) pakar dibidang ilmu tafsir dan hadis se-Asia Tenggara. Beliau telah banyak melakukan penelitian terhadap berbagai karya ulama terdahulu dibidang ilmu tafsir. Misalnya, telah meneliti tafsir karangan Muhamad Abduh dan H. Rasyid Ridha dengan judul “Study krisis Tafsir Al-Manar” yang diterbitkan dalam bentuk buku oleh pustaka hidayah pada tahun 1994. Model penelitian tafsir yang dikembangkan oleh H.M. Quraish Shihab lebih banyak bersifat eksfloratif, deksriptif, analitas dan perbandingan. Yaitu model penelitian yang berupaya menggalu sejauh mungkin produk tafsir yang dilakukan ulama-ulama tafsir terdahulu berdasarkan berbagai literature tafsir baik yang bersifat primer, yakni yang ditulis oleh ulama tafsir yang bersangkutan maupun ulama lainnya.
1.   Periodesasi pertumbuhan dan perkembangan tafsir
Menurut penelitian Quraish Shihab jika tafsir ini dilihat dari segi penulisannya perkembangan tafsir dapat dibagi dalan tiga periode. Periode pertama yaitu masa Rasulullah, sahabat dan permulaan tabi’in dimana tafsir belum tertulis secara umum periwayatan ketika itu tersebar secara lisan. Periode kedua bermula dengan kodifikasi hadis secara resmi pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz (99-101) dimana tafsir ketika itu ditulis bergabung dengan penulisan hadis, dan dihimpun dalam satu bab seperti bab-bab hadis walaupun tentunya penafsiran yang ditulis itu umumnya adalah tafsir bi Al- Matsur. Periode ketiga dimulai dengan penyusunan kitab-kitab tafsir secara khusus dan berdiri sendiri, oleh sementara ahli menduga dimulai oleh  Al-Farra (wafat 207 H) dengan kitabnya yang berjudul Ma’ani Al-qur’an.


2.    Corak penafsiran
Berdasarkan hasil penelitiannya Qurais Shihab mengatakan bahwa corak-corak penafsiran yang dikenal selama ini antara lain:
a. Corak sastra bahasa, yang timbul akibat kelemahan-kelemahan orang arab dibidanf sastra, sehingga dirasakan kebutuhan untuk menjelaskan kepada mereka tentang keistemawaan dan kedalam arti kandungan Al-qur’an dibidang ini.
b. Corak filsafat dan teologi, akibat penerjemaan kitab filsafat yang mempengaruhi sementara pihak, serta akibat masuknya penganut agama-agama lain kedalam islam yang dengan sadar atau tidak masih mempercayai beberapa hal dari kepercayaan lama mereka.
c. Corak penafsiran ilmiah, akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan usaha penafsiran untuk memahami ayat-ayat Al-qur’an sejalan dengan perkembangan ilmu.
d. Corak fiqih atau hukum, akibat perkembangan ilmu fiqih dan terbentuknya mazhab-mazhab fiqih, yang setiap golongan berusaha membuktikan kebenaran pendapatanya berdasarkan penafsiran -penafsiran mereka terhadap ayat-ayat hukum.
e. Corak tasawuf, akibat timbulnya gerakan-gerakan sufi sebagai reaksi terhadap kecenderungan berbagai pihak terhadap materi atau sebagai konpensasi terhadap kelemahan yang dirasakan.
f. Bermula pada masa Syeih Muhanmad Abduh (1849-1905 M) corak-corak tersebut mulai berkurang dan perhatian lebih banyak tertuju kepada corak sastra budaya kemasyarakatan. yakni satu corak tafsir yang menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat-ayat Al-qur’an yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat serta usaha-usaha untuk menanggulangi penyakit-penyakit atau masalah-masalah mereka berdasarkan petunjuk-petunjuk tersebut dalam bahasa yang mudah dimengerti.

3. Macam-macam metode penafsiran Al-qur’an
Menurut penelitian Quraish Shihab bermacam-macam metodologi tafsir dan coraknya telah diperkenalkan dan diterapkan oleh pakar-pakar Al-qur’an. Metode penafsiran Al-qur’an tersebut secara garis besar dapat dibagi menjadi dua yaitu :
a. Corak Ma’tsur (Riwayat)
Kalau kita mengamati metode penafsiran sahabat-sahabat Nabi Saw ditemukan bahwa pada dasarnya setelah gagal menemukan penjelasan Nabi Saw mereka merujuk kepada penggunaan bahasa dan syair-syair arab. Cukup banyak contoh yang dapat dikemukakan tentang hal ini, misalnya Umar Bin Khattab pernah bertanya tentang arti takhawwuf dalam firman Allah : Auw ya’khuzuhum ‘ala takhauwwuf (Qs.16;47). Seorang arab dari kabilah Huzail menjelaskan artinya adalah “pengurangan”. Arti ini berdasar penggunaan bahasa yang dibuktikan dengan syair pra-Islam. Umar ketika itu puas dan menganjurkan untuk mempelajari syair-syair tersebut dalam rangka untuk memahami Al-qur’an.
b. Metode Penalaran (Pendekatan dan corak- coraknya)
Pendekatan corak dan tafsir yang mengendalikan nalar sehingga akan sangat luas pembahasannya apabila kita bermaksud menelusurinya satu persatu.
Metode Tablily
Adalah suatu metode tafsir yang mufasinya berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-qur’an dari berbagai seginya. dengan meneliti aspeknya dan meyingkap seluruh maksudnya, mulai dari uraian makna kosakata, makna kalimat, maksud setiap ungkapan, kaitan antar pemmisah (munasabat), hingga sisi keterkaitan antar pemisah itu (wajh Al-munasabat), dengan bantuan asbab an nuzul, riwayat-riwayat yang berasal dari Nabi Saw., sahabat, tabi’in.  dengan memperhatikan urutan ayat-ayat Al-qur’an sebagai mana tercantum  dalam mushhaf.kelebihan metode ini antara lain adanya potensi untuk memperkaya arti kata-kata melalui usaha penafsiran terhadap kosa kata ayar, syair-syair kuno dan kaidah-kaidah ilmu nahwu.penafsiran menyangkut segala aspek yang dapat dikemukakan oleh mufasir dalam setiap ayat.
Metode Ijmali
Metode ijmali sering disebut juga dengan metode global adalah cara menafsirkan ayat-ayat Al-qur’an dengan menunjukkan kandungan makna yang terdapat pada suatu ayat secara global. Dalam praktiknya metode ini sering terintegrasi dengan metode tablily karena itu sering kali metode ini tidak dibahas secara tersendiri. Dengan metode ini seorang mufasir cukup dengan menjelaskan kandungan yang terkandung dalam ayat tersebut secara garis besar saja.
Metode Muqarin (perbandingan/ komparasi)
Metode muqarin adalah suatu metode penafsiran Al-qur’an yang dilakukan dengan cara membandingkan ayat Al-qur’an yang satu dengan yang lainnya, yaitu ayat-ayat yang mempunyai kemiripan redaksi dalam dua atau lebih kasus yang berbeda,dan atau yang memiliki redaksi yang berbeda untuk masalah atau kasus yang sama dan atau membandingkan ayat-ayat Al-qur’an dengan hadis-hadis Nabi Muhammad Saw., yang tampak bertentangan serta membandingkan pendapat-pendapat ulama tafsir menyangkut penafsiran Al-qur’an.


B. Model Ahmad Al-Syarbashi
Pada tahun 1985 Ahmad Al-Syarbashi melakukan penelitian tentang tafsir dengan menggunakan metode deksriptip, eksploratif dan analisis sebagai mana hal yang dilakukan oleh Quraish Shihab. Sedangkan sumber yang digunakan adalah bahan-bahan bacaan atau kepustakaan yand ditulis oleh para ulama tafsir seperti Ibn Jar At-Thabari, Al-Zamakhsyari, Jalaludin Al-Asuyuti, Al-Raghib, Al-Ashafani, dan Haji Khalifah. Hasil penelitian itu mencakup tiga bidang yang pertama yaitu, mengenai sejarah penafsiran Al-qur’an yang dibagi kedalam tafsir pada masa sahabat Nabi. Kedua mengenai corak tafsir yaitu tafsir ilmiyah, tafsir sufi, dan tafsir politik. Ketiga, mengenai pembaharuan dibidang tafsir.
Menurutnya bahwa tafsir pada zaman Rasulullah SAW, pada awal masa pertumbuhan islam disusun pendek dan tampak ringkas, karena penggunaan bahasa Arab yang murni pada saat itu yang cukup untuk memahami gaya dan susunan kalimat Al-qur’an. Untuk memelihara keutuhan bahasanya, orang-orang Arab mulai meletakkan kaidah-kaidah bahasa arab  seperti ilmu nahwu dan Balaghah dan sebagainya. Disamping itu mereka menulis tafsir al-qur’an untuk pedoman bagi muslimin. Lebih lanjut Ahmad Al-syarbashi mengatakan, sudah dapat dipastikan bahwa dalam Al-qur’an tidak terdapat suatu teks induk yang bertentangan dengan bermacam karya ilmiyah. Munculnya tafsir ilmiah yang dikemukakan Ahmad Al-Syarbashi tersebut antara lain didasarkan  data pada kitab tafsir Ar-razi. Dalam kaitannya kitab Ar-razi banyak bagiannya yang dianggap ilmiah.
Tentang tafsir sufi, Ahmad Al-syarbashi mengatakan ada kaum sufi yang sibuk menafsirkan huruf-huruf al-qur’an dan berusaha menerangkan hubungan satu dengan yang lainnya. Untuk itu Ahmad Al-syarbashi mengutip pendapat Al-Thusi yang mengatakan bahwa segala sesuatu yang telah dapat dijangkau dengan berbagai macam ilmu pengetahuan, segala sesuatu yang telah diungkapkan serta diketahui oleh manusia, semuannya itu berasal dari dua huruf yang terdapat pada permulaan kitabullah, yaitu, Bismillah dan Al-hamdulillah.

Mengenai tafsir politik, Ahmad Al-syarbashi mendasarkan pada kaum khawarij dan lainnyayang terlibat politik dalam memahami ayat-ayat Al-qur’an. Menurut mereka terdapat ayat-ayat Al-qur’an yang berkaitan dengan perilaku dan yang dimainkan oleh kelompok yang bertikai. Misalnya ayat yang artinya: diantara manusia ada yang mengorbankan dirinya demi keridhaan Allah.(Qs. Al-Baqarah: 207). Menurut mereka ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan terbunuhnya Ali bin Abi Thalib. Mengenai pembaharuan dibidang tafsir, Ahmad Al-syarbashi mendasarkan pada beberapa karya ulama yang muncul pada awal abad 20. Selanjutnya ia menghimpun dan menambah penjelasan seperlunya dalam kitab tafsir yang diberi nama Tafsir Al-Manar, yaitu mengandung perubahan dan sesuai perkembangan zaman.

C. Model Syaikh Muhammad Al-Ghazali
Syaikh Muhammad Al-Ghazali dikenal sebagai tokoh pemikir islam abad modern yang produktif. Banyak hasil penelitian yang dilakukannya, termasuk dalam bidang tafsir Al-qur’an. Sebagaimana para peneliti tafsir lainnya. Al-Ghazali menempuh cara penelitian yang bercorak eksploratif, dekskriptif, dan analisis dengan berdasarkan pada rujukan kitab- kitab tafsir yang ditulis ulama terdahulu.Salah satu hasil penelitian yang dilakukan oleh Al-Ghazali  adalah berjudul Berdialog dengan Al-qur’ani. Dalam buku tersebut dilaporkan macam-macam metode memahami Al-qur’an, ayat-ayat kauniyah dalam Al-qur’an , peran ilmu sosial dan kemanusiaan dalam memahamiAl-qur’an.
Tentang macam-macan metode mengenai Al-qur’an, Syaikh Muhammad Al-Ghazali membaginya kedalam metode klasik dan metode modern. Menurutnya dari berbagai kajian tafsir, kita banyak menemukan metode memahami Al-qur’an yang berawal dari ulama terdahulu. Kajian-kajian ini berkisah pada usaha-usaha menemukan nilai-nilai sastra , fiqih, kalam, pendidikan dan sebagainya. Selanjutnya beliau mengemukakan adanya metode modern. Metode ini muncul karena adanya kelemahan pada metode klasik. Selanjutnya ada juga tafsir yang bercorak dialogis berangkat dari adanya berbagai kelemahan yang tergantung dalam metode penafsiran masa lalu, Syaikh Muhammad Al-Ghazali pada sampai suatu saran antara lain: “ kita inginkan saat ini adalah karya-karya keislaman yang menambah tajamnya pandangan islam dan bertolak dari pandangan islam yang benar dan berdiri diatas argument yang memiliki hubungan dengan Al-qur’an”. Kita hendaknya berpandangan bahwa hasil pemikiran manusia adalah relative dan spekulatif, bisa benar bisa juga salah. Keduanya memiliki bobot yang sama dalam sebuah kegiatan pemikiran. Disisi lain, tidak menutupi mata terhadap adanya manfaat atau fungsi serta sambungan pemikiran keagamaan lainnya, bila itu semua menggunakan metode yang tepat.


BAB III
A. KESIMPULAN
1. Muhammad Husein Adz-Dzahabi dalam “Tafsir Wa Al Mufassirun” menerangkan arti etimologi tafsir dengan “al idhah (penjelasan) dan al bayan (keterangan)” makna tersebut digambarkan dalam QS. Al-Furqan ayat 33, sedangkan dalam kamus yang berlaku tafsir berarti “al ibahah wa kasyf mugtha”(menjelaskan atau membuka yang tertutup). Selanjutnya pengertian tafsir sebagaimana dikemukakan pakar Al-qur’an tampil dalam formulasi yang berbeda-beda, namun esensinya sama.
2. Pada mulanya usaha penafsiran ayat-ayat Al-qur’an berdasarkan ijtihad masih sangat terbatas dan terikat dengan kaidah- kaidah bahasa serta arti-arti yang terkandung oleh satu kosa kata. Namun sejalan dengan lajunya perkembangan masyarakat, berkembang dan bertambah besar pula porsi peranan akal atau ijtihad dalam penafsiran ayat- ayat Al-qur’an sehingga bermunculanlah kitap atau penafsiran yang beraneka ragam coraknya. keragaman tersebut ditunjang pula oleh Al-qur’an , yang keadaanya seperti dikatakan oleh Abdullah Darraz dalam  Al naba’Al ‘azhim.
3. Adapun model-model penelitian tafsir yakni adalah model Quraish Shihab, Model Ahmad Al-Syarbashi, dan model Muhamad Imam Al-Ghazali.



DAFTAR PUSTAKA
Nata, H. Abuddin, metodologi studi islam, (Jakarta: PT.Rajagrafindo Persada, 2004)
Anwar, Rosihan, ilmu tafsir, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2005)
Abdullah, M. Yatimin, Studi Islam Kontemporer,(Jakarta: AMZAH, 2006)
Muhaimin, Abdul Mujib, Jusuf Mudzakkir, Kawasan dan Wawasan Studi Islam, (Jakarta: Kencana, 2007)